Jumat, 15 November 2013

MENATA HATI (Bagian 1)


Oleh: ABU 'ABDILLAH

GAMBAR BUKU "MENATA HATI"



"Sesungguhnya hati itu seperti sehelai bulu di tengah padang yang tandus, yang dibolak-balikkan oleh angin yang menerpanya"

Kalimat itulah yang pertama kali saya baca ketika ingin membeli sebuah buku berjudul "MENATA HATI" yang ditulis oleh 'Abdul Hadi bin Hasan Wahbi. Walaupun kalimat tersebut sangat singkat, tetapi jika kita membawa kalimat tersebut ke dalam keseharian kita, maka kalimat tersebut memiliki makna yang sangat mendalam. Setidaknya itulah yang saya rasakan.

Setelah membaca buku tersebut,  ternyata kalimat indah tersebut merupakan sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari Radiyallahuanhu yang diriwayatkan oleh Ahmad (6/4) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah (1772).

Disini, kita diberi gambaran oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tentang hati, yang perumpamaannya itu seperti sehelai bulu karena ringannya, serta mudahnya terpengaruh oleh fitnah, kecil atau besar. Benar-benar mirip sehelai bulu yang dengan sedikit tiupan angin sudah dapat memberikan pengaruh padanya dan mengubah posisinya. Kerena itu, sekecil apapun sesuatu sudah dapat menodai dan mengotorinya serta berbekas di dalamnya.

Adapun setelah itu, saya berniat untuk menulis rangkuman buku tersebut dengan harapan semoga bisa bermanfaat. Berikut rangkuman tulisan tersebut:

1. BEBERAPA PRINSIP PENTING

Ada beberapa hal penting yang harus diketahui berkaitan dengan perbaikan hati, yaitu:
  1. Mengetahui bahwa hati itu merupakan tempat tertujunya penglihatan Allah Subhanahu wata'ala.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ)). رواه مسلم
Dari Abu Hurairah Radiyallohu 'anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Sesungguhnya Allah ta'ala tidak melihat kepada bentuk-bentuk kalian dan harta-harta kalian, akan tetapi Allah melihat hati-hati kalian dan amalan-amalan kalian" (HR. Muslim (34) (2564))
     2.  Baiknya anggota tubuh bersumber dari baiknya hati.
     3.  Mengetahui bahwa hati itu sering berubah-ubah.
     4.  Hati merupakan sarana fitnah.
  • Fitnah-fitnah yang menghampiri hati itu menyebabkan sakitnya hati tersebut. Fitnah hati tersebut    berupa syahwat dan syubhat.
     5.  Amalan itu berbeda-beda derajat (pahala) sesuai dengan yang ada di dalam hati.
     6.  Ibadah hati itu lebih mulia daripada ibadah anggota badan.
     7. Hati adalah sasaran utama syaithon.
     8. Penyakit-penyakit hati itu tersembunyi.
     9. Menyia-nyiakan amalan hati dapat mendorong kepada kehancuran.

2. TANDA-TANDA HATI YANG SELAMAT
  يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Yaitu) hari di mana tidak berguna lagi harta dan anak-anak kecuali mereka yang datang menemui Alloh dengan hati yang selamat (selamat dari kesyirikan dan kotoran-kotorannya).” (QS. Asy Syu’ara: 88,89)
  1.  Hati tersebut selamat dari menyukai hal-hal yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wata'ala termasuk didalamnya selamat dari SYIRIK BESAR, SYIRIK KECIL (TERSEMBUNYI), HAWA NAFSUH, KEBID'AHAN dan dari KEFASIKAN serta KEMAKSIATAN, besar ataupun kecil, lahir dan batin seperti RIYA, UJUB (BANGGA DIRI), DENDAM, PENIPUAN, DENGKI dan sebagainya.  Hati seperti inilah yang dicintai oleh Allah Subhanahu wata'ala dan paling banyak kebaikannya. Muncul dari sumber-sumber kebaikan dan memancar darinya berbagai kebajikan. Sedangkan kebaikan dan kenikmatan Allah Subhanahu wata'ala senantiasa meliputinya.
  2. Hati tersebut berpindah dari dunia ke kampung akhirat dan menetap di sana seolah-olah dia adalah adalah penduduknya dan anak negeri tersebut. Dia datang ke negeri ini (dunia) dalam keadaan asing, sekedar mengambil kebutuhannya, kemudian kembali ke tempatnya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Ibnu Umar Radiyallahu 'anhu (yang artinya): 
    "Jadilah kamu di dunia seakan-akan kamu adalah orang asing atau penyeberang jalan dan hitunglah dirimu termasuk di antara orang-orang yang menghuni kubur" [HR. At-Tirmidzi (2333) di shahihkan oleh Asy-syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi (1902)].
  3. Hati itu selalu mendorong pemiliknya hingga dia senantiasa kembali kepada Allah Subhanahu wata'ala, merendahkan diri dan bergantung kepada-Nya sebagaimana ketergantungan seorang pecinta yang terdesak kepada yang dicintainya, yang tidak kehidupan, keberuntungan, kenikmatan dan kebahagiaan baginya kecuali dengan keridhaan-Nya, mendekat dan bersenang-senang bersama-Nya, dia merasa tentram, tenang dan KepadaNyalah dia kembali. Dengan-Nya pula dia merasa gembira dan kepada-Nya dia bersandar diri serta percaya. Kepada-Nya dia berharap dan kepada-Nya pula dia merasa takut.
  4. Hati tersebut tidak pernah berhenti mengingat Rabb-nya. Tidak pula bosan berkhidmat kepada-Nya. Dia tidak berteman dengan orang-orang yang menunjukkan dan mengingatkan kepada-Nya, serta senantiasa mengingatkan hati tersebut tentang perkara ini. Oleh karena itulah, mengingat Allah adalah sesuatu yang lebih manis baginya daripada madu, lebih menggairahkan daripada air yang segar lagi jernih bagi orang yang sedang kehauasan pada musim panas.
  5. Apabila hatinya dihadapkan kepada sesuatu yang jelek, dia akan lari darinya dengan tabiatnya, membencinya dan tidak menoleh kepadanya. Sifat malu yang ada padanya mencegahnya dari hal-hal yang buruk tersebut.
  6. Apabila hati itu kehilangan salah satu amal ketaatan yang ada, dia akan merasakan kehilangan itu sebagai sesuatu yang menyakitkan.
  7. Hati (yang selamat) itu selalu rindu untuk tetap taat kepada Rabb-nya sebagaimana seseorang yang lapar rindu untuk makan.
  8. Apabila hati itu mulai mengerjakan shalat, hilanglah semua kecemasan dan kesedihannya terhadap urusan dunia. Terasa berat olehnya ketika dia harus keluar dari shalatnya. Dia mendapatkan ketenangan, kenikmatan,dan kebahagiaan serta kegembiraan hati tatkala berada dalam shalat.
  9. Cita-cita dan keinginannya hanya satu, yaitu Allah Subhanahu wata'ala, maka setiap pagi dan petang, tidak ada cita-cita dan keinginannya selain hanya keridhaan Allah Subhanahu wata'ala padanya.
  10. Dia menjadi orang yang bakhil dengan waktunya, jangan sampai waktunya berlalu dengan sia-sia, bahkan lebih kikir daripada orang yang paling kikir dengan hartanya. karena sesungguhnya, keberuntungan yang hakiki, ada di dalam sikapnya yang bakhil dengan waktunya. karena sungguhnya membuang-buang waktu secara sia-sia mengandung kerugian dan penyesalan yang sangat dalam.
  11. Kesungguhannya dalam memperbaki amalan lebih besar baginya daripada beramal itu sendiri Sehingga setiap beramal ia akan senantiasa disertai rasa (1) ikhlas, (2) kejujuran, keteguhan dan keseriusan, (3) Selalu mengikuti dan mencontohi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, (4) Ihsan, (5) Minnah: Yaitu meyakini bahwa semua ketaatan yang ia kerjakan adalah milik (karunia) Allah Subhanahu wata'ala, dan (6) keyakinan adanya taqshir, maksudnya seorang hamba merasa yakin bahwa walaupun dia telah bersungguh-sungguh untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu wata'ala, mencurahkan segenap kemampuannya, semua itu masih kurang sedangkan hak Allah Subhanahu wata'ala  yang harus dia tunaikan jauh lebih besar lagi. Adapun yang seharusnya dia berikan untuk Allah Subhanahu wata'ala semata dalam bentuk ketaatan, peribadatan, khidmat masih lebih banyak lagi. Dia yakin bahwa kemuliaan Allah Subhanahu wata'ala menuntunnya melaksanakan ibadah sebagaimana mestinya.
Jadi, secara Ringkas hati yang selamat adalah hati yang semua cita-cita dan keinginannya hanya kepada Allah Subhanahu wata'ala , semua cintanya hanya diserahkan kepada Allah Subhanahu wata'ala, niat dan tujuannya hanya untuk Allah Subhanahu wata'ala, pikirannya terus berputar untuk mencari keridhaan dan cinta-Nya. Apabila dia diam, dia diam karena Allah Subhanahu wata'ala, dan jika berbicara, dia berbicara karena Allah Subhanahu wata'ala. Apabila dia bergerak, dia bergerak karena perintah Allah Subhanahu wata'aladan apabila dia diam, diamnya itu merupakan sesuatu yang membantunya mencapai keridhaan Allah Subhanahu wata'ala.

Ia tidak bangga dengan harapannya yang terwujud dan tidak putus asa dengan hilangnya sesuatu yang berharga baginya. karena itu, dia pun tidak merasa cukup kecuali dengan Allah Subhanahu wata'ala. Dia tidak merasa butuh (berharap) kecuali kepada Allah Subhanahu wata'ala dia tidak merasa gembira kecuali karana kesesuaiannya dengan sesuatu yang diridhai Allah Subhanahu wata'ala, dan tidak bersedih kecuali dengan apa-apa yang membuatnya luput dari Allah Subhanahu wata'ala. Dia tidak khawatir kecuali dia gagal mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wata'ala.

Perjalanannya senantiasa hanya menuju Allah Subhanahu wata'ala, meskipun banyak tentara syahwat yang menghadangnya dan berusaha menyerang (mengotori) hatinya setiap saat, dia tetap berlari kepada Allah Subhanahu wata'ala dan menyingkir dari semua tentara itu. Dia mampu menanggung semua risiko yang dia dapatkan hanya karena Allah Subhanahu wata'ala padahal semua itu tidak dapat dipikul oleh gunung-gunung yang kokoh sekalipun. Inilah tanda-tanda hati yang selamat, maka pantaslah dia merasakan kenikmatan yang kekal abadi dan kehidupan yang bahagia di sisi Rabb Yang Mulia.

Hendaklah kita memperhatikan kedudukan sifat-sifat ini, mentadabburinya dengan benar dan hendaklah kita menilai jiwa-jiwa kita dengan sifat-sifat tersebut serta melihat di manakah kedudukan kita dari sifat-sifat ini!?

(Insya Allah... bersambung.)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms