Hadiah
secara bahasa adalah sebuah pemberian. sedangkan secara istilah adalah
penyerahan harta untuk dimiliki tanpa bayaran.
Hadiah
itu disyariatkan untuk diterima. Begitu pula dengan memberi hadiah yang
terbilang perbuatan ihsan dan kadang masuk dalam amalan baik birr.
1. Syariat Penerimaan Hadiah
a. Orang yang diberi hadiah dia tahu bahwa
hadiah yang diberikan padanya bukan karena malu atau takut padanya.
b. Boleh dia menerima hadiah tersebut jika tidak ada
bentuk pelanggaran syar’i yang muncul dibelakang penerimaannya.
c. Hadiah
tersebut bukan hal yang diharamkan pada dzatnya, missalnya khamar.
d. Hadiah
tersebut bukan hak orang lain.
2. Syariat Pembalasan Hadiah Walaupun Antara Muslim dan
Kafir
Disyariatkan
kembali membalas orang yang memberi hadiah walaupun antara muslim dan kafir.
3. Keharaman Pengambilan Kembali Hadiah yang Telah
Diberikan
Haramnya
mengambil kembali hadiah yang telah diberikan. Sedangkan jika hanya dijanjikan
akan diberikan hadiah kemudian tidak jadi diberikan, maka ini hukumnya makruh
karena telah berjanji kemudian batal memberikannya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena
seorang muslim tidak boleh berakhlak seperti tanda orang munafiq yang
disebutkan, yaitu apabila berjanji dia tidak menepatinya.
4. Keharusan Bersikap Adil dalam Pemberian kepada Anak-
Anak
Keharusan
bersikap adil dalam pemberian kepada anak-anaknya.
5. Kemakruhan Penolakan Hadiah tanpa Adanya Larangan
Syar’i
Menolak
hadiah tanpa ada laranan syar’i adalah perbuatan makruh.
Catatan
tambahan: Asalnya ada hadits dimana orang tua boleh rujuk terhadap pemberian
hadiah kepada anaknya.
Para
ulama memberikan beberapa syarat, diantaranya:
a. Dia tidak pernah
menjatuhkan haknya dari rujuk. Misalnya, dia tidak bilang saya berikan ini
kepadamu selama-lamanya.
b. Si ayah boleh rujuk dari
pemberian jika pemberian tersebut tidak ada tambahan yang bersambung di
dalamnya. Tambahan bersambung tersebut perlu diperhatikan keadaannya, ada yang
dimaklumi pisah darinya dan ada yang tidak terkait dengan apa yang diberikan
tersebut.
Misalnya: Si ayah memberikan
kambing kepada anakanya yang beratnya 10 kg begitu dia ingin ambil kembali
beratnya menjadi 20 kg, apakah ini bisa diambil (diminta)? jawab ia, tetapi
karena tidak bisa dibagi 2 maka bisa diuangkan sesuai beratnya.
c. Pemberian tersebut masih ada
dalam kepemilikan si anak, tetapi jika si anak sudah menjualnya atau
dihadiahkan keorang lain maka ini sudah tidak bisa lagi.
b. Bisa rujuk jika tidak
diprofokasi sama anaknya yang lain. Sebagian ulama berpendapat bahwa ini
berkaitan dengan nafkah.
Seorang ayah yang terlanjur memberikan hadiah
kepada anaknya dimana anak yang lain tidak ia berikan maka ayah tersebut
diberikan 2 pilhan, yaitu:
a. Ayah
tersebut rujuk dri hibahnya.
b. Dia
memberikan seluruh anak-anaknya yang semisal dengan itu.
Seorang
ayah tidak boleh mendesak anak-anak yang lain untuk menyetujui pemberian hadiah
ayahnya, kecuali jika saudaranya sendiri yang ridho.
0 komentar:
Posting Komentar