Kamis, 02 April 2015

19. KITAB HADIAH



Hadiah secara bahasa adalah sebuah pemberian. sedangkan secara istilah adalah penyerahan harta untuk dimiliki tanpa bayaran.
Hadiah itu disyariatkan untuk diterima. Begitu pula dengan memberi hadiah yang terbilang perbuatan ihsan dan kadang masuk dalam amalan baik birr.

1. Syariat Penerimaan Hadiah
a. Orang yang diberi hadiah dia tahu bahwa hadiah yang diberikan padanya bukan karena malu atau takut padanya.
b. Boleh dia menerima hadiah tersebut jika tidak ada bentuk pelanggaran syar’i yang muncul dibelakang penerimaannya.
c. Hadiah tersebut bukan hal yang diharamkan pada dzatnya, missalnya khamar.

d. Hadiah tersebut bukan hak orang lain.

2. Syariat Pembalasan Hadiah Walaupun Antara Muslim dan Kafir
Disyariatkan kembali membalas orang yang memberi hadiah walaupun antara muslim dan kafir.
3. Keharaman Pengambilan Kembali Hadiah yang Telah Diberikan
Haramnya mengambil kembali hadiah yang telah diberikan. Sedangkan jika hanya dijanjikan akan diberikan hadiah kemudian tidak jadi diberikan, maka ini hukumnya makruh karena telah berjanji kemudian batal memberikannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena seorang muslim tidak boleh berakhlak seperti tanda orang munafiq yang disebutkan, yaitu apabila berjanji dia tidak menepatinya.
4. Keharusan Bersikap Adil dalam Pemberian kepada Anak- Anak
Keharusan bersikap adil dalam pemberian kepada anak-anaknya.
5. Kemakruhan Penolakan Hadiah tanpa Adanya Larangan Syar’i
Menolak hadiah tanpa ada laranan syar’i adalah perbuatan makruh.
Catatan tambahan: Asalnya ada hadits dimana orang tua boleh rujuk terhadap pemberian hadiah kepada anaknya.
Para ulama memberikan beberapa syarat, diantaranya:

a. Dia tidak pernah menjatuhkan haknya dari rujuk. Misalnya, dia tidak bilang saya berikan ini kepadamu selama-lamanya.

b. Si ayah boleh rujuk dari pemberian jika pemberian tersebut tidak ada tambahan yang bersambung di dalamnya. Tambahan bersambung tersebut perlu diperhatikan keadaannya, ada yang dimaklumi pisah darinya dan ada yang tidak terkait dengan apa yang diberikan tersebut.

Misalnya: Si ayah memberikan kambing kepada anakanya yang beratnya 10 kg begitu dia ingin ambil kembali beratnya menjadi 20 kg, apakah ini bisa diambil (diminta)? jawab ia, tetapi karena tidak bisa dibagi 2 maka bisa diuangkan sesuai beratnya.

c. Pemberian tersebut masih ada dalam kepemilikan si anak, tetapi jika si anak sudah menjualnya atau dihadiahkan keorang lain maka ini sudah tidak bisa lagi.

b. Bisa rujuk jika tidak diprofokasi sama anaknya yang lain. Sebagian ulama berpendapat bahwa ini berkaitan dengan nafkah.
Seorang ayah yang terlanjur memberikan hadiah kepada anaknya dimana anak yang lain tidak ia berikan maka ayah tersebut diberikan 2 pilhan, yaitu:
a. Ayah tersebut rujuk dri hibahnya.
b. Dia memberikan seluruh anak-anaknya yang semisal dengan itu.
Seorang ayah tidak boleh mendesak anak-anak yang lain untuk menyetujui pemberian hadiah ayahnya, kecuali jika saudaranya sendiri yang ridho.







0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms