Bab Riba
1. Definisi dan Pembagian Riba
Riba secara bahasa bermakna
tambahan, berkembang dan menjulang ke atas. Sedangkan secara istilah yaitu adanya
saling melebihkan pada sesuatu yang khusus, dia menambahkan dia atas utang
sebagai batasan adanya pengunduran waktu secara mutlak.
Riba terbagi menjadi 2
yaitu:
a)
Riba Ad-Duyun (riba utang piutang), terbagi
manjadi 2 yaitu:
1) Riba
Jahiliyah: dia menambahkan karena mendapakan tempo untuk dia membayar utangnya.
2) Riba
Al-Qard: sejak awal dia mensyaratkan adanya tambahan (bunga). Contohnya:
rentenir.
b)
Riba Al-Buyu’, terbagi manjadi 2 yaitu:
1) Riba
Al-Fadhl: jika dia menukar 2 barang ribawi, salah satunya dilebihkan.
2) Riba Nasi’ah:
2 barang ribawi yang ditukar dan tidak saling kontan, maka ini disebut dengan
riba nasi’ah.
Riba Fadhl dan Nasi’ah
1) Kapan 1 gram emas ditukar dengan 2 gram emas (dilebihkan), maka disebut
riba fadhl.
2) Kapan 1 gram emas ditukar dengan 1 gram emas, tetapi tidak saling kontan
maka ini disebut riba nasi’ah.
3) Kapan 1 gram emas ditukar dengan 2 gram emas dan tidak saling kontan
maka ini disebut riba fadhl sekaligus riba nasi’ah.
4) jika 1 gram emas ditukar dengan 10 gram perak, bisa atau tidak? Bisa,
sebab jenisnya berbeda tetapi disyaratkan jika jenisnya berbeda tetapi illahnya
sama maka harus saling kontan.
Jika barang ribawi jenis dan illahnya sama, maka disyaratkan dalam
penukarannya 2 syarat. yaitu:
1) Harus senilai/sama;
2) Harus saling kontan.
2. Barang-Barang Ribawy
a) Emas dengan emas;
b) Perak dengan perak;
c) Gandum dengan gandum;
d) Syai’r dengan syai’r (jenis gandum yang lebih kecil);
e) Kurma dengan kurma;
f) Garam dengan garam.
Barang ribawi tidak terbatas pada 6 tersebut. Disebagian riwayat ada
tambahan, yaitu: makanan dengan makanan.
Kenapa disebut sebagai barang ribawi? Karena berlaku pada barang-barang
tersebut ketentuan ribawi. Jika mereka ditukar harus sama dan tidak bisa
ditambah. Kapan dilakukan maka akan tejadi riba.
Kenapa dianggap sebagai barang ribawi?
a) Emas dan Perak, para ulama berbeda pendapat mengenai sebab dia dikatakan
sebagai barang ribawi. Pendapat yang paling kuat adalah karena emas dan perak
mempunyai nilai tukar dan hara tukar. Jadi, barang apa saja yang semakna emas
dan perak, maka itu terhitung sebagai barang ribawi. Contohnya: Mata uang.
b) 4 barang lainnya, sebab digolongkan sebagai barang ribawi itu terdapat
berbagai macam pendapat dikalangan para ulama. Kesimpulannya yaitu:
1) Sebab dia bisa dimakan;
2) Sebab dia bisa ditimbang atau ditakar. Jadi apa saja yang masuk kedalam
kategori tersebut, maka tidak bisa ditukar sesama jenisnya dalam keadaan
berlebihan.
Dalam penukaran barang ribawi dengan bukan barang ribawi, ini mungkin
ada beberapa keadaan:
a) Dia menukar barang ribawi dengan barang ribawi dengan satu jenis dan
satu illah, maka ini disyaratkan 2 syarat, yaitu:
1) Harus semisal;
2) Harus saling kontan.
b) Dia menukar barang ribawi dengan barang ribawi dengan satu illah, tetapi
berbeda jenisnya, maka disyaratkan 1 syarat, yaitu harus saling kontan.
c) Dia menukar barang ribawi dengan barang ribawi tetapi berbeda jenis dan
illahnya, maka tidak disyaratkan apapun. Contohnya: Beli beras dengan menukar 1
gram emas dengan 10 kilogram beras kepala, maka ini boleh karena berbeda jenis
dan illahnya.
d) Dia menukar barang ribawi dengan selain barang ribawi, maka ini tidak
ada syarat.
e) Dia menukar selain barang ribawi dengan selain barang ribawi, maka ini
tidak ada syarat.
3. Penukaran Dua Barang Ribawy yang Sejenis
dan Satu 'Illah
Apabila jenisnya berbeda dan illahnya sama, maka boleh menukar dengan
syarat harus saling kontan.
Tidak boleh dia menjual sebuah jenis barang ribawi, dia tukar dengan
jenis yang lainnya dan dia tidak mengetahui akan kesamaan (kadar)nya walaupun
disertai dengan selainnya. contohnya: tukar emas satu kantong dengan kantong
lainnya yang salah satunya tercampur mutiara, dia tidak melebihkan tetapi dia
tidak mengetahui kantongan tersebut sama atau tidak.
Maka kaidahnya: “Tidak mengetahui adanya kesamaan, maka itu sama saja
dengan mengetahui adanya tambahan”.
Contoh lainnya: Tukar emas dengan emas dan dia tidak tahu sama atau
tidak, maka ini hukumnya riba. Oleh karena itu dalam hal ini harus dipastikan
kesamaannya.
4. Penukaran Ruthab Basah dengan Kurma
Tidak boleh menjual ruthob basah (dia masih berada dipohon) dengan
kurma, kecuali bagi orang yang menginginkan araya”.
5. Pembahasan 'Arâyâ
Araya itu bentuk jamak dari kata ariya, dari kata uri yang artinya
telanjang, ditelanjangkan kurmanya, dia biarkan kurmanya. Artinya dia punya
kurma dan dia biarkan karena dia sudah ditukar atau diganti kurmanya. maka
kurma tersebut diambil habis sama orang yang ditemannya bertukar.
Araya secara istilah adalah dia menjual atau mengganti ruthob yang masih
berada di pohon-pohon kurmanya dan dijual dengan cara kira-kira dan titukar
dengan kurma kering yang semisal dengannya, dengan kurma yang sudah jelas.
5 syarat araya, yaitu:
a) Ada sebuah illah yang membolehkan terjadinya araya, yaitu adanya
keperluan hajad dari si penjual dan si pembeli, misalnya ingin makan kurma.
b) Hendaknya kurma yang diual dengan cara kira-kira (harus ada ahli). jika
ahlinya bilang 10 kilogram, maka harus dibayar 10 kilogram.
c) Hendaknya penukaran tersebut tidak lebih dari 5 ursuk.
d) Si pembeli tidak punya uang cash, dia hanya punya kurma.
e) pembayaran atau penukarannya harus saling kontan di majelis, jika tidak
kontan berarti riba nasi’ah.
6. Penukaran Daging dengan Hewan
Tidak boleh menjual atau menukar daging dengan hewan, sebab ini semisal
dengan transaksi Al-Muzaabanah.
Ø Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: Perlu dirinci, jika dia butuh hewan
itu untuk dipergunakan sebagai kendaraan maka boleh.
Ø Hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Asy-Syaukani rahimahullah
berkaitan dengan ini haditsnya lemah.
7.
Pembolehan untuk Menjual Seekor Hewan dengan Beberapa Ekor dari Jenis Hewan
yang Sama
Dan diperbolehkan
transaksi jual beli hewan dengan dua ekor atau lebih dari jenis yang sama.
Sebab ini bukanlah barang ribawi.
8. Jual-Beli dengan Cara 'Înah
Dan tidak diperbolehkan
transaksi Al ‘Inah.
0 komentar:
Posting Komentar