Kamis, 02 April 2015

8. KITAB NIKAH



Istilah nikah digunakan untuk dua hal yaitu:
1)    Digunakan untuk akad suami istri yang sah.
2)    Digunakan untuk menggauli istri.
1. Syariat dan Ketentuan Pernikahan
Nikah merupakan hal yang disyariatkan bagi siapa yang mampu ( Al- Ba’ah). Mampu bermakna bisa melakukan hubungan suami istri dan mampu menyediakan sarana pernikahan.
2. Siapakah yang Wajib Menikah?
Nikah wajib bagi siapa yang khawatir terjatuh ke dalam kemaksiatan.
3. Hukum Tabattul
At-Tabattul (membujang) merupakan hal yang tidak diperbolehkan, kecuali jika tidak mampu untuk menegakkan apa yang harus dia tegakkan (kewajiban-kewajiban dalam pernikahan).
4. Sifat-Sifat Perempuan yang Dinikahi
Sepantasnya wanita yang dinikahi adalah wanita yang penyayang/pengasih, bisa banyak melahirkan, gadis,  berparas cantik, punya kedudukan, beragama dan punya harta.

 
5. Tentang Khitbah Perempuan Tua
Seorang perempuan tua (sudah berumur, sudah menikah setelah itu diceraikan), maka dipinang langsung kepada dirinya.
6. Rincian Antara Gadis dan Janda dalam Hal Perizinan
Dan yang dipertimbangkan adalah adanya keridhaan darinya.[1]
7. Kafa'ah dalam Menikah
Bagi yang memiliki al-kafaa’ah (kesetaraan, kesamaan, kesekedudukan) itu. Al kafaa’ah itu dalam 5 hal yaitu:
1)    Agama.
2)    Nashab atau kedudukan.
3)    Kebebasan. Budak menikah dengan budak dan orang yang bebas menikah dengan orang bebas.
4)    Dalam pekerjaan.
5)    Kelapangan, misalnya di dalam memberikan mahar atau nafkah.
Catatan: Al-Kafaa’ah di dalam pernikahan itu tidak diharuskan, tetapi apabila ada perempuan dilamar dan mempertimbangkan kelima hal tersebut, maka itu adalah haknya sesuai apa yang dia ridhoi.
Dan anak perempuan dilamar kepada walinya. Dan keridhaan seorang gads adalah dengan diamnya. Lihat hadits Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Muslim dan selainnya:
“Seorang janda lebih berha terhadap dirinya daripada walinya, seorang gadis dimintai izin pada dirinya, dan ijinnya adalah diamnya”.
Dari sisi hukum syariat, tidak disyaratkan bahwa wanita yang dinikahi tersebut harus baligh sebab yang dinilai pada perempuan tersebut adalah kemampuannya didalam menikah. Dan kemampuan wanita dalam menikah itu berbeda-beda.
8. Tentang Khitbah di Masa Iddah
Dan diharamkan untuk melamar pada masa iddah. Lihat surah Al-Baqarah: 135.
9. Larangan Khitbah di Atas Khitbah Saudaranya
Dan haram melamar seseorang yang sudah dilamar.
10. Pembolehan Melihat Perempuan yang Akan Dilamar
Dan diperbolehkan baginya melihat wanita yang dilamar. Para ulama mensyaratkan 6 syarat dalam menadzor yaitu:
1)    Disyaratkan nadzor tersebut tanpa khalwat.
2)    Nadzor tersebut tanpa syahwat.
3)    Bagi siapa yang menadzor harus hendaknya didugaan besarnya lamarannya akan diterima.
4)    Melihat kepada perempuan tersebut, apa yang biasa nampak kebiasaannya, misalnya: wajah, telapak tangannya dan kakinya.
5)    Hendaknya si pelamar tersebut melihat kepada perempuan tersebut karena bersungguh-sungguh untuk melamar.
6)    Perempuan yang dinadzor tersebut tidak boleh keluar dalam memakai wewangian, berdandan dan mutabarrij (memakai pakaian ketat). Sebab yang dimaksudkan adalah melihat aslinya.
11. Syarat Sah Nikah
Dan tidak ada pernikahan, kecuali dengan adanya wali dan 2 saksi, kecuali jika walinya itu tidak mau menikahkan (adil) anaknya atau bukan seorang muslim.

Nikah itu ada 3 rukun di dalamnya yaitu:
1)    Adanya sepasang calon suami istri yang lepas dari penghalang-penghalang pernikahan.
2)    Ijab, yaitu lafadz yang keluar dari wali atau siapa yang menduduki kedudukan wali (yang berhak menikahkannya).
3)    Qabul, yaitu lafadz yang keluar dari calon suami atau yang mewakilinya yang menunjukkan penerimaan.
Dalam masalah akad, sebagian para ulama mensyaratkan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang warid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (dengan bahasa arab: Zawwaj tukaha, ankahtukaha dan semisalnya), tetapi yang dikuatkan oleh sejumlah ulama yang lain bahwa tidak harus dengan lafadz bahasa arab, tetapi cukup dengan teks apapun yang menunjukkan ijab dan qabul. Hal ini yang dikuatkan oleh sejumlah ulama yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama dibelakangnya.
Syarat-syarat nikah yaitu:
1)    Penentuan sepasang suami istri. Penentuan tersebut dengan beberapa cara yaitu: Diisyaratkan, menyebutkan dengan namanya, disebutkan dengan sifatnya atau menyebutkan dengan sesuai dengan kondisi yang ada.
2)    Harus ridho pasangan calon suami istri tersebut.
3)    Hendaknya wanita tersebut dinikahkan oleh walinya.
4)    Harus ada persaksian terhadap akad nikah.
12. Siapa yang Berhak Menjadi Wali?
Yang berhak menjadi wali perempuan yaitu:
a)    Ayahnya.
b)    Kakeknya.
c)    Anak laki-lakinya kebawah termasuk cucunya.
d)    Saudara laki-lakinya yang seayah atau seibu.
e)    Pamannya.
f)     Sipa yang paling dekat dari ashabahnya dalam warisan.
g)    Orang yang membebaskannya jika dia dulunya bekas budak.
h)   Pemerintah.
Syarat-syarat wali yaitu:
a)    Dia adalah seorang Mukallaf (baligh dan aqil)
b)    Dia adalah seorang lelaki.
c)    Bebas/bukan budak.
d)    Rasyid, yaitu orang yang pandai mempertimbangkan baik dan buruk.
e)    Kesamaan agama antara wali dan si perempuan.
f)     Punya amanah (melihat apa yang maslahat buat si perempuan).
13. Persaksian Nikah
Dan dua orang saksi.
14. Kapan Perwalian Gugur?
Jika syarat-syarat wali gugur, maka perwaliannya gugur.
15. Bolehkah Mewakilkan Akad Nikah?
Dan diperbolehkan pada tiap orang dari tiap pasangan untuk mewakilkan aqad nikah. Lihat hadits Uqbah bin Amir, riwayat Abu Dawud.

Pasal Pernikahan yang Diharamkan dan Golongan Orang yang Tidak Boleh Dinikahi
1. Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah hukumnya terhapus (Mansukh). Nikah mut’ah artinya seorang menikah dan sifatnya hanya sementara dan dia hanya memberikan mahar dan tidak harus dengan wali. Nikah ini dulunya diizinkan kemudian dilarang kemudian diizinkan kembali dan dilarang kembali hingga hari kiamat. Pelarangan terakhir tersebut bisa dilihat di hadits Sabirah Al-Juhani radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Muslim.
2. Nikah Tahlil
Dan nikah tahliil haram.Tahliil adalah menikahi wanita yang telah ditalak 3 kali, dengan tujuan agar wanita tersebut bisa menikah kemnali dengan suami yang pertama.
3. Nikah Syighâr
Demikian pula dengan nikah Syighâr. Nikah Syighâr yaitu seorang laki-laki berkata “nikahkanlah saya dengan putrimu dan saya akan menikahkanmu dengan putriku “ataukah dia berkata “nikahkanlah saya dengan saudarimu dan saya akan menikahkanmu dengan saudariku”. Dan tidak ada mahar antara keduanya.
4. Memenuhi Syarat Perempuan
Dan wajib bagi suami untuk memenuhi syarat yang diberikan oleh perempuan, kecuali syarat-syarat tersebut yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu yang halal.
Perbedaan syarat nikah dan syarat dalam pernikahan yaitu:
a)    Syarat nikah itu datangnya dari syariat, Allah subhanahu wata’ala dan Rasulnya yang menentukan, sedangkan syarat dalam pernikahan itu datangnya dari para pihak atau orangtuanya yang mengsyaratkan.
b)    Syarat nikah itu tidak bisa digugurkan atau ditawar,sedangkan syarat dalam pernikahan itu bisa digugurkan atau ditawar.
c)    Syarat nikah itu adalah syarat yang mesti (semuanya sah syaratnya), sedangkan syarat dalam akad pernikahan itu ada syarat yang sah dan fasik atau rusak.
d)    Syarat sesuatu itu bersumber di atasnya sahnya sesuatu, kapan syarat itu tidak ada maka sesuatu itu tidak sah. sedangkan syarat di dalam akad nikah itu bertumpu di dalamnya terlaksananya sesuatu. (menit 109:55).
5. Menikahi Pezina dan Seorang Musyrik/Musyrikah
Dan diharamkan bagi seorang laki-laki menikahi wanita pezina atau musyrikah, demikian pula sebaliknya. Lihat Surah An-Nur: 3
Para ulama mensyaratkan bagi siapa yang ingin menikahinya. Syaratnya yaitu:
a)    Dia telah melakukan taubat kepada Allah subhanahu wata’ala.
b)    Apabila pezinah tersebut adalah seorang perempuan, maka disyaratkan rahimnya telah “kosong”. Maksudnya, jika dia diketahui telah hamil, maka iddahnya sampai dia melahirkan. dan jika dia belum hamil maka dia istibra’ dengan satu kali haidh.
6. Siapa Saja yang Haram untuk Dinikahi?
Dan yang telah ditegaskan pengharamannya di dalam Al-Qur’an untuk dinikahi. Dan saudara sususan hukumnya sama dengan nasab. Dan menyatukan wanita dengan bibi dari nasab bapak atau dari nasab ibu si wanita (maksudnya menikahi perempuan bersama bibinya, maka itu tidak diperbolehkan).
Lihat surah An:Nisa: 23-24.
Yang diharamkan untuk dinikahi di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah itu terbagi menjadi 2 yaitu:
a)    Ada yang diharamkan dinikahi untuk selama-lamanya. ini ada beberapa bentuk yaitu:
1)    karena dari sisi nasab.[2]
2)    karena saudara sususan (radho’ah).[3]
3)    karena adanya musakharah (pernikahan).[4]
4)    karena adanya li’an.
5)    karena penghormatan: yaitu para istri nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
b)    Ada yang diharamkan dinikahi untuk sementara yaitu: perempuan pezinah, karena dia menikahi saudara perempuannya, perempuan yang sedang di masa iddah, perempuan yang ditalak 3 sampai dia menikah lagi dengan orang lain dan dia bercerai, perempuan yang ihram, perempuan yg menikahi laki-laki kafir.
7. Jumlah Istri yang Diperbolehkan
Dan diharamkan menikah melebihi jumlah yang dibolehkan bagi wanita bebas dan budak.
Bagi wanita yang bebas itu paling banyak dinikahi 4 orang. Lihat surah An-Nisa: 3. Sedangkan untuk budak paling banyaknya hanya 2 saja.
8. Bila Seorang Budak Menikah Tanpa Seizin Tuannya
Apabila seorang budak menikah tanpa izin tuannya, maka nikahnya batil. Lihat hadits Jabir pada riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy. “Barang siapa yang menikah tanpa izin tuannya, maka dia pelaku zina”.
9. Bila Budak Perempuan Dibebaskan?
Apabila seorang  budak perempuan bebas, maka dia memilih perkara dirinya dan dia dapat memilih kedudukan suaminya. Hal tersebut berdasarkan hadits Aisyah di dalam Shahih Muslim dan selainnya. “Bahwa Barirah diberikan pilihan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan suaminya adalah seorang budak”.
10. Fasakh Nikah Karena Aib
Dan boleh untuk menfasakh karena alasan aib. Talak dan fasakh itu berbeda, walaupun makna fasakh dan talak itu sama yaitu sama-sama melepaskan ikatan akad nikah. Dimana talak melepaskan ikatan akad nikah, tetapi mereka masih bisa kembali lagi. Sedangkan fasakh juga melepaskan ikatan akad nikah dan menghilangkan konsekuensi dari akad nikah tersebut.
11. Hukum Pernikahan Orang-Orang Kafir
Dan pernikahan orang-orang kafir dibenarkan apabila mereka telah memeluk islam yang bersesuaian dengan syariat.
12. Bila Salah Seorang dari Suami Istri Kafir Memeluk Islam
Dan apabila salah seorang dari suami-istri memeluk islam, maka pernikahan menjadi gugur (fasakh) dan wanita tersebut diharuskan menjadi menjalani masa iddah.
Jika ternyata setelah itu suaminya masuk islam, maka dia kembali seperti semula. Dan jika tidak, maka nikahnya di fasakh dan tidak halal bagi perempuan muslimah kembali kepada suaminya.
Sedangkan jika seorang laki-laki yang masuk islam dan istrinya tidak masuk islam, maka boleh bagi dia untuk melanjutkan pernikahanya. Sebab seorang laki-laki muslim  boleh menikah dengan perempuan kitabiyah.
13. Kewajiban Iddah
Apabila seseorang masuk islam dan istrinya belum lagi menikah, maka keduanya berada pada pernikahan mereka yang pertama, walaupun masa jedanya sangat lama. Apabila keduanya memilih hal itu.

Bab Seputar Mahar dan Keharmonisan RumahTangga
Al-Mahr adalah pemberian yang wajib diberikan karena adanya akad nikah. Dan Al-‘Isyroh  adalah bermu’amalah dengan baik kepada perempuan.
1. Kewajiban Mahar
Dan mahar itu adalah wajib. Lihat surah An-Nisa: 4, 20 dan 21 dan surah Al-Mumtahanah: 10.
2. Kemakruhan Meninggikan Nilai Mahar
Berapa nilai dan batasan mahar itu tidak ada ketentuannya secara rigit .Oleh karena itu, Imam Asy-Syaukani rahimahullah memberikan ketentuan umum yaitu dimakruhkan memberatkan/memahalkan nilai mahar. Hal ini diambil dari nash-nash umum yang yang menunjukkan tentang disunnahkannya memudahkan pernikahan dan dari apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan dari sahabat beliau dari mahal yang tidak terlau dibanyakkan. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya) “Carilah (mahar) walau sebuah cincin dari besi”.

3. Bentuk-Bentuk Mahar
Mahar dibenarkan walau berupa cincin besi atau pengajaran Al-Qur’an.
4. Tentang Orang yang Menikah dan Belum Menyebut Maharnya
Siapa yang menikah dengan seorang perempuan dan dia belum menyebut maharnya, maka untuk wanita yang dia nikahi tersebut dia mendapatkan mahar seperti istri-istrinya yang lain apabila dia telah menggaulinya.
5. Tentang Memberi Mahar Sebelum Dukhul
Disunnahkan mendahulukan sebagian mahar sebelum melakukan hubungan.
6. Kewajiban Suami
Dan diharuskan bagi seorang suami untuk berbuat baik dalam bergaul. Lihat surah An-Nisa:19.
7. Kewajiban Istri
Dan diwajibkan bagi istri untuk taat kepada suaminya. Lihat surah An-Nisa:34.
8. Kewajiban bagi Seseorang yang Memiliki Dua Istri Atau Lebih
Bagi yang memiliki 2 istri atau lebih, maka dia berbuat adil diantara mereka dalam pembagian dan dalam semua hal yang diperlukan.
Para ulama menyebutkan bahwa adil dalam pembagian yang dimaksud yaitu:
a)    Adil dalam pembagian “bermalam”.
b)    Nafkah.
c)    Tempat tinggal.
d)    Pakaian.
Apabila suami hendak bepergian jauh, maka dia mengadakan undian diantara mereka.
Dan wanita diperbolehkan untuk menyerahkan jatahnya ataukah berdamai dengan suami untuk menggugurkan jatahnya. Lihat surah An-Nisa:128.
9. Beberapa Etika dalam Hal Tersebut dan Perbedaan Antara Gadis dan Janda
Suami menginap dikediaman istri yang baru jika perawan selama tujuh hari dan tiga malam jika janda.
10. Hukum 'Azl
'Azl tidak diperbolehkan. 'Azl yaitu suami melakukan hubungan suami istri dan menumpahkan “airnya” di luar. Dan pendapat yang terkuat bahwa 'Azl ini hukumnya makruh dengan syarat mendapat izin dari istri, sebab itu adalah dari hak istri.
11. Hukum tentang “Mendatangi” Istri dari Belakang
Dan tidak diperbolehkan menggauli wanita pada lubang duburnya.

Pasal Pengikutan Anak kepada “Ranjangnya”
1. Dalil tentang Hal Tersebut
Lihat hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, riwayat Al-Jamaa’ah. “Anak itu bagi ‘ranjangnya’ (yg ditiduri)”. Maksudnya apabila telah terjadi pernikahan, maka anak tersebut dinisbahkan kepada pernikahan dari suami dan istri tersebut.
“Adapun bagi yang berzina hajr”. Hajr disini bisa bermakna ditahan darinya dan bisa bermakna batu. Sebab orang yang berzina itu akan dirajam dengan batu.
Lanjutannya: Tidak ada ibrah dalam kemiripannya, pada selain pemiliknya. Untuk lebih jelasnya lihat hadits Aisyah radiyallahu ‘anha:
“Sa’ad bin Abi Waqqash berselisih dengan Abdun bin Zam’ah di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Saad mengatakan, “wahai Rasulullah! Sesungguhnya keponakanku yaitu Utbah bin Abi Waqqash telah memastikan bagiku bahwa anak tersebut adalah putranya. Dan lihatlah kemiripannya”
Abdun bin Zam’ah mengatakan, “Dia ini adalah saudaraku, wahai Rasulullah! Dia dilahirkan di atas “ranjang” bapakku (maksudnya ibu yang melahirkan anak tersebut adalah ibu dari Abdun bin Zam’ah). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat adanya kemiripan yang sangat jelas dengan Utbah, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Anak tersebut untukmu wahai Abdun bin Zam’ah! Anak itu bagi ‘ranjangnya’ dan bagi yang berzina hajr. Wahai Saudah binti Zam’ah berhijablah engkau darinya.
2. Tentang Budak yang Digauli oleh Tiga Pemilik
Apabila tiga orang secara bersamaan menyetubuhi seorang budak wanita pada satu masa suci, masing-masing orang tersebut memiliki hak atas budak tersebut, kemudian dia melahirkan seorang anak dan semuanya mengklaim anak tersebut. maka diadakan undian diantara mereka. Bagi yang berhak atas undian tersebut, maka dia diharuskan membayarkan dua per tiga diyat bagi dua orang lainnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan An-Nasai dari hadits Zaid bin Arqam.


       [1] Huruf yang berwarna pada pada no 6-7 itu satu rangkaian kalimat.
[2] Dan ini ada 7 yang diterangkan di dalam Al-Qur’an
1)     Ibu, dan yang menjadi sebab adanya ibu (nenek dan seterusnya ke atas).
2)     Anak Perempuan dia langsung, cucu perempuan dari anak laki-laki dan perempuannya dan seterusnya ke bawah.
3)     Saudara perempuannya apakah yang seayah dan seibu, saudara perempuan seayah berbeda ibu dan saudara perempuan seibu berbeda ayah.
4)     Anak-anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
5)     Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
6)     Saudara perempuan ayah (Amma).
7)     Saudara perempuan ibu (Kholah).
[3] Mahram karena sesusuan yaitu:
1)     Ibu yang menyusui padanya dan ibu dari ibu susuan, dan seterusnya ke atas.
2)     Apa yang dari nasab itu dianggap mahram, maka akan menjadi mahram pula karena sesusuan.
[4] Mahram karena musakharah yaitu:
1)     Istri dari anaknya (menantu).
2)     Ibu dari istrinya (mertua) ke atas.
3)     Istri ayahnya, istri dari kakeknya dan seterusnya ke atas.
4)     Anak-anak perempuan dari istrinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms