Istilah nikah
digunakan untuk dua hal yaitu:
1)
Digunakan
untuk akad suami istri yang sah.
2)
Digunakan
untuk menggauli istri.
1. Syariat dan Ketentuan Pernikahan
Nikah
merupakan hal yang disyariatkan bagi siapa yang mampu ( Al- Ba’ah). Mampu bermakna bisa melakukan hubungan
suami istri dan mampu menyediakan sarana pernikahan.
2. Siapakah yang Wajib Menikah?
Nikah wajib bagi
siapa yang khawatir terjatuh ke dalam kemaksiatan.
3. Hukum Tabattul
At-Tabattul
(membujang) merupakan hal yang tidak diperbolehkan, kecuali jika tidak mampu untuk menegakkan apa yang harus
dia tegakkan
(kewajiban-kewajiban dalam pernikahan).
4. Sifat-Sifat Perempuan yang Dinikahi
Sepantasnya
wanita yang dinikahi adalah wanita yang penyayang/pengasih, bisa banyak
melahirkan, gadis, berparas cantik, punya kedudukan, beragama dan punya harta.
5. Tentang Khitbah Perempuan Tua
Seorang perempuan tua (sudah berumur, sudah menikah
setelah itu diceraikan), maka dipinang langsung kepada dirinya.
6. Rincian Antara Gadis dan Janda dalam Hal Perizinan
Dan
yang dipertimbangkan adalah adanya keridhaan darinya.[1]
7. Kafa'ah dalam Menikah
Bagi
yang memiliki al-kafaa’ah (kesetaraan, kesamaan, kesekedudukan) itu. Al kafaa’ah itu dalam 5 hal
yaitu:
1) Agama.
2) Nashab atau kedudukan.
3) Kebebasan. Budak menikah dengan
budak dan orang yang bebas menikah dengan orang bebas.
4) Dalam pekerjaan.
5) Kelapangan, misalnya di dalam
memberikan mahar atau nafkah.
Catatan: Al-Kafaa’ah di dalam pernikahan itu tidak diharuskan,
tetapi apabila ada perempuan dilamar dan mempertimbangkan kelima hal tersebut,
maka itu adalah haknya sesuai apa yang dia ridhoi.
Dan
anak perempuan dilamar kepada walinya. Dan keridhaan seorang gads adalah dengan
diamnya. Lihat
hadits Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu
yang diriwayatkan oleh Muslim dan selainnya:
“Seorang janda lebih berha terhadap dirinya daripada
walinya, seorang gadis dimintai izin pada dirinya, dan ijinnya adalah diamnya”.
Dari sisi hukum syariat, tidak disyaratkan bahwa
wanita yang dinikahi tersebut harus baligh sebab yang dinilai pada perempuan
tersebut adalah kemampuannya didalam menikah. Dan kemampuan wanita dalam
menikah itu berbeda-beda.
Dan
diharamkan untuk melamar pada masa iddah. Lihat surah Al-Baqarah: 135.
9. Larangan Khitbah di Atas Khitbah Saudaranya
Dan
haram melamar seseorang yang sudah dilamar.
10. Pembolehan Melihat Perempuan yang Akan Dilamar
Dan
diperbolehkan baginya melihat wanita yang dilamar. Para ulama mensyaratkan 6
syarat dalam menadzor yaitu:
1) Disyaratkan nadzor tersebut tanpa
khalwat.
2) Nadzor tersebut tanpa syahwat.
3) Bagi siapa yang menadzor harus
hendaknya didugaan besarnya lamarannya akan diterima.
4) Melihat kepada perempuan
tersebut, apa yang biasa nampak kebiasaannya, misalnya: wajah, telapak
tangannya dan kakinya.
5) Hendaknya si pelamar tersebut
melihat kepada perempuan tersebut karena bersungguh-sungguh untuk melamar.
6) Perempuan yang dinadzor tersebut
tidak boleh keluar dalam memakai wewangian, berdandan dan mutabarrij (memakai
pakaian ketat). Sebab yang dimaksudkan adalah melihat aslinya.
11. Syarat Sah Nikah
Dan tidak ada pernikahan, kecuali dengan adanya wali
dan 2 saksi, kecuali jika walinya itu tidak mau menikahkan (adil) anaknya atau
bukan seorang muslim.
Nikah itu ada 3 rukun di dalamnya yaitu:
1) Adanya sepasang calon suami istri
yang lepas dari penghalang-penghalang pernikahan.
2) Ijab, yaitu lafadz yang keluar
dari wali atau siapa yang menduduki kedudukan wali (yang berhak menikahkannya).
3) Qabul, yaitu lafadz yang keluar
dari calon suami atau yang mewakilinya yang menunjukkan penerimaan.
Dalam masalah akad, sebagian para ulama mensyaratkan
bahwa akad itu harus dengan lafadz yang warid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam (dengan bahasa arab: Zawwaj tukaha, ankahtukaha dan semisalnya),
tetapi yang dikuatkan oleh sejumlah ulama yang lain bahwa tidak harus dengan
lafadz bahasa arab, tetapi cukup dengan teks apapun yang menunjukkan ijab dan
qabul. Hal ini yang dikuatkan oleh sejumlah ulama yaitu Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama dibelakangnya.
Syarat-syarat nikah yaitu:
1) Penentuan sepasang suami istri.
Penentuan tersebut dengan beberapa cara yaitu: Diisyaratkan, menyebutkan dengan
namanya, disebutkan dengan sifatnya atau menyebutkan dengan sesuai dengan
kondisi yang ada.
2) Harus ridho pasangan calon suami
istri tersebut.
3) Hendaknya wanita tersebut
dinikahkan oleh walinya.
4) Harus ada persaksian terhadap
akad nikah.
12. Siapa yang Berhak Menjadi Wali?
Yang
berhak menjadi wali perempuan yaitu:
a)
Ayahnya.
b)
Kakeknya.
c)
Anak laki-lakinya kebawah termasuk cucunya.
d)
Saudara laki-lakinya yang seayah atau seibu.
e)
Pamannya.
f)
Sipa yang paling dekat dari ashabahnya dalam warisan.
g)
Orang yang membebaskannya jika dia dulunya bekas budak.
h)
Pemerintah.
Syarat-syarat
wali yaitu:
a)
Dia adalah seorang Mukallaf (baligh dan aqil)
b)
Dia adalah seorang lelaki.
c)
Bebas/bukan budak.
d)
Rasyid, yaitu orang yang pandai mempertimbangkan baik dan buruk.
e)
Kesamaan agama antara wali dan si perempuan.
f)
Punya amanah (melihat apa yang maslahat buat si perempuan).
13. Persaksian Nikah
Dan
dua orang saksi.
14. Kapan Perwalian Gugur?
Jika
syarat-syarat wali gugur, maka perwaliannya gugur.
15. Bolehkah Mewakilkan Akad Nikah?
Dan diperbolehkan pada tiap orang dari tiap pasangan
untuk mewakilkan aqad nikah. Lihat hadits Uqbah bin Amir, riwayat Abu Dawud.
Pasal Pernikahan
yang Diharamkan dan Golongan Orang yang Tidak Boleh Dinikahi
1. Nikah Mut’ah
Nikah
Mut’ah hukumnya terhapus (Mansukh). Nikah mut’ah artinya seorang menikah dan
sifatnya hanya sementara dan dia hanya memberikan mahar dan tidak harus dengan
wali. Nikah ini dulunya diizinkan kemudian dilarang kemudian diizinkan kembali
dan dilarang kembali hingga hari kiamat. Pelarangan terakhir tersebut bisa
dilihat di hadits Sabirah Al-Juhani radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh
Muslim.
2. Nikah Tahlil
Dan
nikah tahliil haram.Tahliil adalah menikahi wanita yang telah ditalak 3 kali,
dengan tujuan agar wanita tersebut bisa menikah kemnali dengan suami yang
pertama.
3. Nikah Syighâr
Demikian
pula dengan nikah Syighâr. Nikah Syighâr yaitu seorang laki-laki berkata
“nikahkanlah saya dengan putrimu dan saya akan menikahkanmu dengan putriku
“ataukah dia berkata “nikahkanlah saya dengan saudarimu dan saya akan
menikahkanmu dengan saudariku”. Dan tidak ada mahar antara keduanya.
4. Memenuhi Syarat Perempuan
Dan
wajib bagi suami untuk memenuhi syarat yang diberikan oleh perempuan, kecuali
syarat-syarat tersebut yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan
suatu yang halal.
Perbedaan
syarat nikah dan syarat dalam pernikahan yaitu:
a) Syarat nikah itu datangnya dari syariat, Allah
subhanahu wata’ala dan Rasulnya yang menentukan, sedangkan syarat dalam
pernikahan itu datangnya dari para pihak atau orangtuanya yang mengsyaratkan.
b) Syarat nikah itu tidak bisa digugurkan atau
ditawar,sedangkan syarat dalam pernikahan itu bisa digugurkan atau ditawar.
c) Syarat nikah itu adalah syarat yang mesti (semuanya
sah syaratnya), sedangkan syarat dalam akad pernikahan itu ada syarat yang sah
dan fasik atau rusak.
d) Syarat sesuatu itu bersumber di atasnya sahnya
sesuatu, kapan syarat itu tidak ada maka sesuatu itu tidak sah. sedangkan
syarat di dalam akad nikah itu bertumpu di dalamnya terlaksananya sesuatu.
(menit 109:55).
5. Menikahi Pezina dan Seorang Musyrik/Musyrikah
Dan
diharamkan bagi seorang laki-laki menikahi wanita pezina atau musyrikah,
demikian pula sebaliknya. Lihat Surah An-Nur: 3
Para
ulama mensyaratkan bagi siapa yang ingin menikahinya. Syaratnya yaitu:
a) Dia telah melakukan taubat kepada Allah subhanahu
wata’ala.
b) Apabila pezinah tersebut adalah seorang perempuan,
maka disyaratkan rahimnya telah “kosong”. Maksudnya, jika dia diketahui telah
hamil, maka iddahnya sampai dia melahirkan. dan jika dia belum hamil maka dia istibra’
dengan satu kali haidh.
6. Siapa Saja yang Haram untuk Dinikahi?
Dan
yang telah ditegaskan pengharamannya di dalam Al-Qur’an untuk dinikahi. Dan
saudara sususan hukumnya sama dengan nasab. Dan menyatukan wanita dengan bibi
dari nasab bapak atau dari nasab ibu si wanita (maksudnya menikahi perempuan
bersama bibinya, maka itu tidak diperbolehkan).
Lihat
surah An:Nisa: 23-24.
Yang
diharamkan untuk dinikahi di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah itu terbagi menjadi
2 yaitu:
a) Ada yang diharamkan dinikahi untuk selama-lamanya. ini
ada beberapa bentuk yaitu:
1) karena dari sisi nasab.[2]
2) karena saudara sususan (radho’ah).[3]
3) karena adanya musakharah (pernikahan).[4]
4) karena adanya li’an.
5) karena penghormatan: yaitu para istri nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam.
b) Ada yang diharamkan dinikahi untuk sementara yaitu: perempuan
pezinah, karena dia menikahi saudara perempuannya, perempuan yang sedang di
masa iddah, perempuan yang ditalak 3 sampai dia menikah lagi dengan orang lain
dan dia bercerai, perempuan yang ihram, perempuan yg menikahi laki-laki kafir.
7. Jumlah Istri yang Diperbolehkan
Dan
diharamkan menikah melebihi jumlah yang dibolehkan bagi wanita bebas dan budak.
Bagi
wanita yang bebas itu paling banyak dinikahi 4 orang. Lihat surah An-Nisa: 3.
Sedangkan untuk budak paling banyaknya hanya 2 saja.
8. Bila Seorang Budak Menikah Tanpa Seizin Tuannya
Apabila
seorang budak menikah tanpa izin tuannya, maka nikahnya batil. Lihat hadits
Jabir pada riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy. “Barang siapa yang
menikah tanpa izin tuannya, maka dia pelaku zina”.
9. Bila Budak Perempuan Dibebaskan?
Apabila
seorang budak perempuan bebas, maka dia
memilih perkara dirinya dan dia dapat memilih kedudukan suaminya. Hal tersebut
berdasarkan hadits Aisyah di dalam Shahih Muslim dan selainnya. “Bahwa Barirah
diberikan pilihan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan suaminya adalah
seorang budak”.
10. Fasakh Nikah Karena Aib
Dan
boleh untuk menfasakh karena alasan aib. Talak dan fasakh itu berbeda, walaupun
makna fasakh dan talak itu sama yaitu sama-sama melepaskan ikatan akad nikah.
Dimana talak melepaskan ikatan akad nikah, tetapi mereka masih bisa kembali
lagi. Sedangkan fasakh juga melepaskan ikatan akad nikah dan menghilangkan
konsekuensi dari akad nikah tersebut.
11. Hukum Pernikahan Orang-Orang Kafir
Dan
pernikahan orang-orang kafir dibenarkan apabila mereka telah memeluk islam yang
bersesuaian dengan syariat.
12. Bila Salah Seorang dari Suami Istri Kafir Memeluk
Islam
Dan
apabila salah seorang dari suami-istri memeluk islam, maka pernikahan menjadi
gugur (fasakh) dan wanita tersebut diharuskan menjadi menjalani masa iddah.
Jika
ternyata setelah itu suaminya masuk islam, maka dia kembali seperti semula. Dan
jika tidak, maka nikahnya di fasakh dan tidak halal bagi perempuan muslimah
kembali kepada suaminya.
Sedangkan
jika seorang laki-laki yang masuk islam dan istrinya tidak masuk islam, maka
boleh bagi dia untuk melanjutkan pernikahanya. Sebab seorang laki-laki muslim boleh menikah dengan perempuan kitabiyah.
13. Kewajiban Iddah
Apabila
seseorang masuk islam dan istrinya belum lagi menikah, maka keduanya berada
pada pernikahan mereka yang pertama, walaupun masa jedanya sangat lama. Apabila
keduanya memilih hal itu.
Bab Seputar Mahar dan Keharmonisan RumahTangga
Al-Mahr
adalah pemberian yang wajib diberikan karena adanya akad nikah. Dan Al-‘Isyroh adalah bermu’amalah dengan baik kepada
perempuan.
1. Kewajiban Mahar
Dan
mahar itu adalah wajib. Lihat surah An-Nisa: 4, 20 dan 21 dan surah
Al-Mumtahanah: 10.
2. Kemakruhan Meninggikan Nilai Mahar
Berapa
nilai dan batasan mahar itu tidak ada ketentuannya secara rigit .Oleh karena
itu, Imam Asy-Syaukani rahimahullah
memberikan ketentuan umum yaitu dimakruhkan memberatkan/memahalkan nilai mahar.
Hal ini diambil dari nash-nash umum yang yang menunjukkan tentang
disunnahkannya memudahkan pernikahan dan dari apa yang dilakukan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dan dari sahabat beliau dari mahal yang tidak
terlau dibanyakkan. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
(yang artinya) “Carilah (mahar) walau sebuah cincin dari besi”.
3. Bentuk-Bentuk Mahar
Mahar
dibenarkan walau berupa cincin besi atau pengajaran Al-Qur’an.
4. Tentang Orang yang Menikah dan Belum Menyebut Maharnya
Siapa
yang menikah dengan seorang perempuan dan dia belum menyebut maharnya, maka
untuk wanita yang dia nikahi tersebut dia mendapatkan mahar seperti
istri-istrinya yang lain apabila dia telah menggaulinya.
5. Tentang Memberi Mahar Sebelum Dukhul
Disunnahkan
mendahulukan sebagian mahar sebelum melakukan hubungan.
6. Kewajiban Suami
Dan
diharuskan bagi seorang suami untuk berbuat baik dalam bergaul. Lihat surah
An-Nisa:19.
7. Kewajiban Istri
Dan
diwajibkan bagi istri untuk taat kepada suaminya. Lihat surah An-Nisa:34.
8. Kewajiban bagi Seseorang yang Memiliki Dua Istri
Atau Lebih
Bagi
yang memiliki 2 istri atau lebih, maka dia berbuat adil diantara mereka dalam
pembagian dan dalam semua hal yang diperlukan.
Para
ulama menyebutkan bahwa adil dalam pembagian yang dimaksud yaitu:
a) Adil dalam pembagian “bermalam”.
b) Nafkah.
c) Tempat tinggal.
d) Pakaian.
Apabila
suami hendak bepergian jauh, maka dia mengadakan undian diantara mereka.
Dan
wanita diperbolehkan untuk menyerahkan jatahnya ataukah berdamai dengan suami
untuk menggugurkan jatahnya. Lihat surah An-Nisa:128.
9. Beberapa Etika dalam Hal Tersebut dan Perbedaan
Antara Gadis dan Janda
Suami
menginap dikediaman istri yang baru jika perawan selama tujuh hari dan tiga
malam jika janda.
10. Hukum 'Azl
'Azl
tidak diperbolehkan. 'Azl yaitu suami melakukan hubungan suami istri dan
menumpahkan “airnya” di luar. Dan pendapat yang terkuat bahwa 'Azl ini hukumnya
makruh dengan syarat mendapat izin dari istri, sebab itu adalah dari hak istri.
11. Hukum tentang “Mendatangi” Istri dari Belakang
Dan
tidak diperbolehkan menggauli wanita pada lubang duburnya.
Pasal Pengikutan Anak kepada “Ranjangnya”
1. Dalil tentang Hal Tersebut
Lihat
hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, riwayat Al-Jamaa’ah. “Anak itu bagi ‘ranjangnya’
(yg ditiduri)”. Maksudnya apabila telah terjadi pernikahan, maka anak tersebut
dinisbahkan kepada pernikahan dari suami dan istri tersebut.
“Adapun
bagi yang berzina hajr”. Hajr disini bisa bermakna ditahan darinya dan bisa
bermakna batu. Sebab orang yang berzina itu akan dirajam dengan batu.
Lanjutannya:
Tidak ada ibrah dalam kemiripannya, pada selain pemiliknya. Untuk lebih
jelasnya lihat hadits Aisyah radiyallahu ‘anha:
“Sa’ad
bin Abi Waqqash berselisih dengan Abdun bin Zam’ah di hadapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Saad mengatakan, “wahai Rasulullah! Sesungguhnya
keponakanku yaitu Utbah bin Abi Waqqash telah memastikan bagiku bahwa anak
tersebut adalah putranya. Dan lihatlah kemiripannya”
Abdun
bin Zam’ah mengatakan, “Dia ini adalah saudaraku, wahai Rasulullah! Dia
dilahirkan di atas “ranjang” bapakku (maksudnya ibu yang melahirkan anak tersebut
adalah ibu dari Abdun bin Zam’ah). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
melihat adanya kemiripan yang sangat jelas dengan Utbah, kemudian beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Anak tersebut untukmu wahai Abdun bin
Zam’ah! Anak itu bagi ‘ranjangnya’ dan bagi yang berzina hajr. Wahai
Saudah binti Zam’ah berhijablah engkau darinya.
2. Tentang Budak yang Digauli oleh Tiga Pemilik
Apabila
tiga orang secara bersamaan menyetubuhi seorang budak wanita pada satu masa
suci, masing-masing orang tersebut memiliki hak atas budak tersebut, kemudian
dia melahirkan seorang anak dan semuanya mengklaim anak tersebut. maka diadakan
undian diantara mereka. Bagi yang berhak atas undian tersebut, maka dia
diharuskan membayarkan dua per tiga diyat bagi dua orang lainnya. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan
An-Nasai dari hadits Zaid bin Arqam.
“
[2] Dan ini ada 7 yang
diterangkan di dalam Al-Qur’an
1) Ibu, dan yang menjadi sebab
adanya ibu (nenek dan seterusnya ke atas).
2) Anak Perempuan dia langsung, cucu
perempuan dari anak laki-laki dan perempuannya dan seterusnya ke bawah.
3) Saudara perempuannya apakah yang
seayah dan seibu, saudara perempuan seayah berbeda ibu dan saudara perempuan
seibu berbeda ayah.
4) Anak-anak perempuan dari saudara
perempuan dan seterusnya.
5) Anak-anak perempuan dari saudara
laki-laki dan seterusnya.
6) Saudara perempuan ayah (Amma).
7) Saudara perempuan ibu (Kholah).
1)
Ibu yang menyusui padanya dan ibu dari ibu susuan, dan
seterusnya ke atas.
2)
Apa yang dari nasab itu dianggap mahram, maka akan
menjadi mahram pula karena sesusuan.
1) Istri dari
anaknya (menantu).
2) Ibu dari
istrinya (mertua) ke atas.
3) Istri ayahnya,
istri dari kakeknya dan seterusnya ke atas.
4) Anak-anak
perempuan dari istrinya.
0 komentar:
Posting Komentar