Syuf’ah secara bahasa adalah
kepemilikan. Sedangkan secara istilah yaitu dia seakan-akan punya hak dalam hal
tersebut dan hak tersebut yang menyebabkan dia lebih berhak memilikinya (kaitannya
dengan yang berserikat).
Misalnya, ada 2 orang berserikat
dalam sebuah tanah. Maka ketika salah seorang dari serikat menjual bagiannya
kepada orang lain, maka disini ada hak syuf’ah. Yaitu kawan serikatnya yang
lebih berhak membelinya, maka kawan serikatnya tersebut boleh membeli tanah
tersebut ke orang lain yang sudah membeli dari rekan serikatnya karena dia yang
lebih berhak.
Syuf’ah
menurut fuqaha adalah lebih berhaknya untuk mengambil atau menarik bagian dari
kawan serikatnya. Dimana dia mengambil bagian syarikat temannya tersebut dari
siapa yag bagian syarikat itu berpindah kepadanya dengan membayar harta. Maka
orang tersebut mengambil dengan memberikan hartanya yang dia bayar, yang akad
dibangun atas hal itu.
Dari
sini nampak bahwa syuf’ah itu mempunya 3 sudut, diantaranya:
1. Ada
seorang serikat yang mempunyai hak (misalnya di dalam sebuah tanah, bangunan
atau perusahaan).
2. Ada
bagian atau barang dari kepemilikan yang suda dijual kepada orang lain.
3. Ada
Si pembeli.
Ketentuan
syuf’ah pada perkara yang belum dibagi (misalnya berserikat di dalam tanah)
maka ada hak syuf’ah, tetapi jika tanah sudah dipatok atau jalan-jalan sudah
dibagi maka tidak ada lagi hak syuf’ah (tidak ada Syuf’ah bila pembagian telah
terjadi).
Catatan:
Punya hak Syuf’ah jika barang tersebut berpindah ke orang lain melalui pembayaran
(jual-beli). Tetapi jika melalui warisan maka tidak ada hak syuf’ah. Sedangkan
jika di hibahkan maka perlu dirinci. Jika hibahnya untuk pesantren maka tidak
apa-apa, tetapi jika diserahkan ke serikat lain maka teman serikatnya yang
punya hak syuf’ah.
1. Syarat-Syarat Syuf’ah
Sebab
barang syf’ah itu berserikat dari sesuatu walaupun pada suatu barang yang dapat
dipindah tangankan.
Imam
Asy- Syaukani: yang bisa dijadikan syuf’ah yaitu benda yang bergerak (misalnya
mobil) dan benda tidak bergerak (misalnya rumah dan tanah). “Setiap kepemilikan
yang belum dibagi“
Jumhur
Ulama (diantaranya Syaikh Al-Fauzan dan Syaikh Al-Utsaimin): Syuf’ah hanya
khusus untuk benda seperti tanah, bangunan atau semisalnya (benda tidak
bergerak).
2. Tidak Ada Syuf’ah Bila Pembagian Telah Terjadi
Tidak ada syuf’ah bila pembagian telah terjadi.
3. Ketidakbolehan Seseorang untuk Menjual Tanpa Seizin Mitranya
Dan tidak halal bagi orang yang
berserikat untuk menjual tanpa seizing mitranya.
Apakah
keberadaan pengunduran waktu itu membatalkan Syuf’ah? ini terdapat 2 pendapat
dikalangan para ulama. Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa syuf’ah itu
sesegera mungkin.
Catatan:
Syuf’ah pilihannya ada 2 yaitu:
1) Dia
beli seluruhnya; atau
2) Dia
tidak beli seluruhnya.
Dalam
artian, misalnya: A dan B (serikat), dimana B menjual ke C. Maka kapan A
mengetahui bahwa si B sudah menjual bagiannya kepada si C, maka A harus segera
mungkin untuk menggunakan hak syuf’ah tersebut.
Sebagian
para ulama berpendapat bahwa jika lambat dan dia mengetahui ada peralihan syuf’ah
dan dia membiarkan sampai 3 bulan. Maka kebanyakan para ulama menghukumi batal
hak syuf’ah.
4. Keberadaan Pengunduran Waktu Tidak Membatalkan Syuf’ah
Keterlambatan
tidak membatalkan syuf’ah ditambah jika ada hal yang menunjukkan bahwa orang
yang berhak atas syuf’ah tersebut tidak ridho.
0 komentar:
Posting Komentar