Pemateri:
Al-Ustadz Dzulqarain Bin Muhammad Sunusi
Penulis: Abu Abdillah
Penulis: Abu Abdillah
- Ketentuan Allah subhanahu wata’ala ada 2 yaitu:
Contohnya: Ketentuan adanya kemaksiatan, di mana kemaksiatan bukan hal yang dicintai atau disukai oleh Allah subhanahu wata’ala tetapi ditentukan adanya kemaksiatan karena ada hikmah disisi Allah subhanahu wata’ala yaitu untuk menguji hamba-hambanya siapa yang jujur di dalam keimanannya, menguji kesabaran mereka dan berbagai hikmah lainnya.
2) Ketentuan Syar’i: Adalah suatu hal yang diperintah dan dicintai oleh Allah Subanahu wata’ala. Contohnya: Diperintah untuk melakukan ketaatan, diperintah untuk beriman dan ini adalah hal-hal yang merupkan syar’i.
Adanya khilaf adalah merupakan ketentuan kauniyah, bukan berarti adanya perselisihan ini manusia begitu saja berselisih karena dari rahmat Allah subhanahu wata’ala, kemuliaan dan bebesarannya menunjukkan jalan yang lurus dan menerangkan jalan yang lurus tersebut sehingga tidak ada udzur bagi orang yang menyimpang untuk keluar dari jalan yang lurus sebab jalan yang lurus, petunjuk yang lurus telah diterangkan di dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Perselisihan/Khilaf terbagi menjadi 2 yaitu: (Syaikhul Islam Ibnu Taiymiyyah rahimahullah)
2) Ikhtilaf Tadhod: Perbedaan yang saling bertentangan, tidak mungkin untuk saling bertemu.Contohnya Masalah asma dan sifat Allah subhanahu wata’ala
- Sebab-sebab munculnya perseisihan
2) Mengikuti hawa nafsu.
3) Mengikuti bisikan-bisikan atau ajaran syaiton.
4) Mengikuti hal-hal yang samar.
5) Penggunaan kalimat-kalimat global yang kadang mengandug beberapa hukum.
6) Adanya perbuatan bid’ah di dalam agama.
7) Berlebihan di dalam agama.
8) Tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
9) Makar dari musuh-musuh islam.
10) Banyak berdebat dan bertikai tentang sesuatu yang jelas.
11) Fanatik mazhab atau pendapat.
12) Banyaknya buku-buku yang menyimpang.
- Diantara hikmah dari adanya khilaf
2) Seorang yang memahami fiqih khilaf dengan baik maka akan tertanam pada dirinya bagaimana ia mewujudkan atau memurnikan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebab ia dalam menyikapi persilangan pendapat ia mengetahui bahwa dalam hal ini semuanya sifatnya ibadah dan dalam beragama yaitu beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, maka tatkala ia melihat perbedaan pendapat ia tidak akan ta’assub dan mengikuti hawa nafsu tetapi ia wujudkan pada dirinya ia masuk dalam hal tersebut dan itu terhitung nilai ibadah untuknya.
3) Membuat seseorang bisa berfikir lebih baik dan mengambil pelajaran untuk tidak bertakliq (ikut-ikutan) di dalam permasalahan yang terjadi perselisihan. Dengan adanya perbedaan pendapat ini maka dia terbiasa untuk berikir, menimbang dan melihat apa dalil-dalil yang kuat, pertimbangan-pertimbangan syar’i yang mengajak ke sana dan dia terlatih untuk mengambil pendapat dengan dalilnya bukan dengan ikut-ikutan saja.
4) Dengan memahami fiqih khilaf ini akan tertanam di dalam dirinya bagaimana ia mewujudkan kecintaan kepada saudaranya dan memutus segala sebab pemusuhan.
§ Wajib bagi setiap kaum muslimin setelah ia mencintai dan memberikan loyalitas kepada Allah dan Rasulnya, maka wajib atas kaum muslmin memberikan loyalitas kepada kaum mukmin secara khusus kepada para ulama.
§ Allah subhanahu wata’ala menjadikan para ulama ini kedudukannya ibarat bintang-bintang yang dijadikan petunjuk. Dan telah sepakat kaum muslimin bahwa ulama itu di atas hidayah dan di atas pengetahuan yang batil.
§ Ilmu adalah pembahasan yang penuh dengan penelitian dan ilmu itu adalah nukilan yang penuh dengan kejujuran selain dari pada itu adalah igauan orang-orang tidur.
§ Jika ada seorang alim ketemukan sebuah ucapan yang ucapan alim ini menyelisihi nash-nash Al-Qur’an dan atau As-Sunnah misalnya, maka kita katakan bahwa dia meninggalkan hadits yang shahih karena sebuah udzur.
- Udzur-udzur Para Ulama
2. Si alim tersebut tidak meyakini bahwa apa yang terkandung di dalam hadits tersebut itu yang diinginkan pendapat tersebut, dari sisi kandungan hadits misalnya, hadits berbunyi A tetapi menurut si alim hadits tersebut tidak ada kaitannya dengan pendapat yang dibahas.
3. Dari arah orang yang berdalilkan dengan dalil, di mana keadaan dan sifat alim tersebut yang biasa memberikan pengaruh.
4. Masalah yang diberikan dalil untuknya.
- Pebedaan pendapat dikalangan para ulama disebabkan karena beberapa sisi yaitu:
a) Bagaimana menentukan ini dalil atau bukan?
Jawab: yang menjadi dalil di dalam pendalilan yaitu:
1). Al-Qur’an
2). As-Sunnah
3). Ijma yang syah
4). Pendalilan yang lain adalah pendapat para sahabat dan ini terdapat silang pendapat dikalangan para ulama.[2]
b) Berkaitan dengan dalilnya syah atau tidak.
c) Jika syah dari sisi pendalilan dan periwayatan, apakah dalil tersebut syah dalam makna dan tetapkah dalil tersebut dipakai berdalil disitu.( Ini sangat banyak memberikan pengaruh perbedaan pendapat dalam masalah fiqih dikalangan para ulama).
2. Dari sisi pendalilan (kadungan yang terkandung di dalam dalil tersebut). Di mana di dalam pendalilan ada sebagian yang jelas kandungannya kemudian sangat jelas penunjukannya, ada yang samar sehingga hal seperti ini memberikan banyak pengaruh di dalam silang pendapat dikalangan para ulama.
3. Dari sudut yang berdalil
a) Kemampuan ilmiah yang berdalilkan, di mana apa yang dikuasai dari ilmu-ilmu syaiat akan memberikan perbedaan dari sisi hukum.[3]
b) Orang-orang yang berdalil juga dilihat lingkungan khusus dia tumbuh.
c) Orang-orang yang berdalil juga dilihat lingkungan umum dia tumbuh.
d) Dilihat kepada tabiat orang itu sendiri.
4. Dari sisi masalah yang diberikan dalil untuknya
a) Perbedaan dalam menggambarkan masalah tersebut.
b) Dalam menyikapi kedudukan masalah tersebut didalam syariat.
c) Kadang para ulama berbeda pendapat dalam hal asal masalah.
- 10 Sebab yang merupakan udzur para ulama (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
2. Haditsnya sampai kepada si alim tersebut tetapi haditnya tidak sah menurut si alim tersebut, di mana kadang sebagian hadits dipandang oleh sebagian alim bahwa itu adalah dalil dalam permasalahan dan sebagian alim lainnya dia tiak mengambil pendapat tersebut sebab menganggap bahwa haditsnya tidak sah. Contohnya merapatkan kedua tumit, di mana ada hadits yang sebagian para lama seperti syaikh Al-Albani menguatkan hadits tersebut di dalam “shifat shalat Nabi” dan beberapa ulaa lainnya di mana seperti Syaikh Mubil rahimahullah, Syaikh Abu Bakar bin Ubaid rahimahullah, dll. Mereka melemahkan hadits tersebut, di mana haditsnya mereka ketahui tetapi mereka melemahkan hadits terebut.
3. Dia meyakini kelemahan hadits dengan sebuah ijtihad yng diselisihi di dalam hal tersebut oleh ulama yang lainnya.
Di mana kadang sebuah hadits datan dai sebuah jalan (riwayat) dan riwayat ini menurut si alim tersebut terpercaya, tetapi alim yang lainnya menganggap bahwa rawi tersebut adalah rawi dhaif (rawi yang tidak diterima periwayatannya). Di dalam pembahasan sanad, menguatkan sanad dan hukum itu ada syarat-syaratnya. Misalnya rawi itu harus tsiqah, adil Dan kuat hafalannya. Di mana dalam menentukan bahwa rawi itu dia tsiqah, adil dan kuat hafalannya pandangan para ulama itu berbeda-beda.
4. Pensyaratan sebagian para ulama dalam sebuah hadits yang driwayatkan oleh seorang rawi yang hafidz, sebagian para ulama mensyarakan syarat-syarat yang diselisihi oleh yang lainnya.
Di mana hadits tersebut harus dicocokkan konteksnya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau disyriatkan bahwa orang yang meriwaytkan hadits terseut dia harus orang yang faqih, jika tidak maka tidak diterima, maka ini pensyaratan kadang sebagian ulama memberikan syarat-syarat dan sebagian ulama lainnya tidak memberikan pensyaratan.
5. Hadits telah sampai kepada beliau dan tsabit menurut beliau tetapi dia lupa hadits tersebut.
6. Kadang seseorang bebeda pendapat sebab dia tidak mengetahui tentang pendalilan yang terdapat di dalam hadits sebab di dalam sebagian konteks hadits ada lafadz-lafadz yang perlu dijelaskan (kata-kata asing yang perlu dijelaskan)
7. Dia meyakini bahwa tidak ada sisi pendalilan di dalam hadits terseut.
8. Dia meyakini bahwa pendalilan yang disebut di dalam hadis tersebut telah diselisihi apa yang menunjukkan bahwa bukan itu yang diinginkan.
9. Dia meyakini bahwa hadits tersebut diselisihi oleh hadits yang lain. Tatkala dia selisihi maka dia meyakini bahwa hadts tersebut lemah/terhapus hukumya atau ma’nanya dipalingkan dari ma’na dzahirnya. Dalam hal ini sebagian ulama menolak.
10. Sebagian ushul yang dipegang oleh ahli fqih jika misalnya ada hadits yang dzahirnya bertentangan dengan Al-Qur’an maka tidak bisa diterima dan ini mazhabnya sebagian orang-orang khufa.
Seseoang dalam memahami dalil dia perlu fiqih dan fiqih itu terdapat sejumlah bekal ilmu tertentu supaya dia bisa memhami dalil sebagaimana mestinya.
- Bentuk-bentuk dari bekal memahami dalil diambil dari berbagai hal yaitu:
2) Seseorang mempuyai bekal dalam ilmu manasiq syariah.
3) Harus mempunyai kaidah-kaidah umum.
4) Masalah mentarjih (menguatkan)
§ Tidak harus dalam setiap masalah ilmiah, tidak harus ada yang disebut pedapat yang rajih, “yang kuat begini yang kuat begitu” di mana sejumlah para ulama masih tawaqquf dalam masalah besar.
§ Tarjih adalah dia megedepankan sesuatu yang menurut sangkaannya itu lebih dikedepankan dibandingkan yang lainnya.
§ Tarjih ini kembali kepada orang yang berdalilkan. Letaknya hanya pada masalah yang dianggap. Sebab tidak semua silang pendapat itu disebut silang pendapat kecuali khilaf yang mempunyai sisi kekuatan dari sudut pendalilan yang tepat.
- Dengan apa seseorang itu mengukur untuk mentarjih?
1) Ada yang mengukur dengan kebanyakan pendapat para ulama.
2) Ada yang mentarjih dengan amalan yang dilakukan oleh para ulama.
3) Ditarjih karena lebih mendekati dalil.
4) Dengan melihat kaidah dalam masalah.
- Tips melihat perbedaan pendapat khusus untuk orang awwam
2) Jika dia tidak mampuh maka dia baca dalil dari setiap ulama tersebut dan dia ambil apa yang hatinya condong dari apa yang dia baca.
3) Jika dia tidak mampuh melihat hal tersebut maka kita lihat saja siapa yang paling alim dari keduanya.
- Apakah kita boleh memaksa orang lain untuk mengikuti pendapat kita?
1) Ada masalah yang sifatnya kod’iyah (perkara yang jelas atau gamblang) dan merupakan dasar pokok ahlussunnah, hal seperti ini tidak ada yang boleh menyelisihinya.
2) Ada masalah yang berkaitan dengan ijtihad, ada kemungkinan ijtihad di dalamnya berbeda di dalam memberikan hukum ini adalah hal yang wajar tidak harus orang mengikutinya (irzam)
- Manusia itu dalam fitnah terbagi menjadi 3 yaitu:
2) Ada yang tidak mempunyai ilmu, maka hendaknya dia diam.
3) Ada orang yang tidak paham, maka dia tawaqquf di dalam permasalahan tersebut.
Catatan:
[1] Materi ini ditulis dari hasil catatan daurah Abu 'Abdillah untuk di muat di Knowledgemuslim.blogspot.com
[2] Syarat-syaratnya yaitu;
1) Tidak bertentangan dengan nash-nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
2) Tidak ada dari sahabat lain yang menyelisihinya.
3) Pendapat itu berkaitan dengan ijihad pribadi.
[3] Imam Ahmad: Kebanyakan Pendalilannya lewat atsar
Imam Malik: KebanyakanBerpegang pada amalan penduduk Madinah
Imam Syai’i: KebanyakanIstimbad dari konteks pembahasan
Imam Abu Hanifah: Kebanyakan Ra’yu dan Qiyas


22.55
Muhammad Al Imran


0 komentar:
Posting Komentar