Kamis, 02 April 2015

35. KITAB KHUSHUMAH, BUKTI DAN PENGAKUAN



1. Penuntut Wajib Mendatangkan Bukti
Penuntut itu wajib mendatangkan bukti.
2. Pengingkaran dengan Sumpah bagi yang Dituntut
Dan bagi yang mengingkari diharuskan bersumpah (setelah penuntut tidak mendatangkan bukti).
Catatan: Bukti lebih kuat daripada sumpah.

 
3. Dengan Apa Seorang Hakim Menetapkan Hukum?
Seorang hakim menjatuhkan vonis hukum berdasarkan pengakuan dan berdasarkan persaksian 2 orang laki-laki, atau seorang laki-laki dan 2 orang wanita[1], atau seorang laki-laki dan sumpah pendakwa, dan sumpah terdakwa yang mengingkari dan sumpah penolakan.[2] Dan seorang hakim boleh menjatuhkan hukum berdasarkan pada pengetahuannya.
Terdapat silang pendapat dikalangan para ulama berkaitan dengan hal ini. Dan Imam Asy-Syaukani memandang hal tersebut diperbolehkan jika dia memberikan keputusan dengan pengetahuan dan tidak ada dukhma.
Berhukum dengan pengetahuan tersebut ditolak oleh sejumlah para ulama, sebab telah syah dari Abu Bakar, Umar, Abdurrahman bin Auf, Muawiyah radiyallahu ta’ala ‘anhum yang mereka semuanya adalah qadhi, dimana mereka melarang seorang qadhi untuk memutus berdasarkan pengetauannya. Dan sahabat tersebut tidak ada yang menyelisihi diantara para sahabat yang lainnya.
Dan dimaklumi bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mengetahui siapa yang munafik dan bukan, tetapi bersamaan dengan itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui hukum kecuali dengan bukti-bukti dan kenyataan yang ada (lihat hadits Ummu Salamah).
Maka wallahu a’lam yang benarnya adalah seorang qadhi tidak layak untuk memutus perkara berdasarkan pengetahuannya.

4. Golongan Orang yang Ditolak Persaksiannya
1)    Persaksian seorang yang tidak adil tidaklah diterima persaksiannya. Lihat surah Ath-Thalaq: 2, Al-Baqarah:282 dan Al-Hujrat:6.
2)    Dan tidakpula seorang yang khianat.
3)    Orang yang memiliki permusuhan.
4)    Seorang yang dusta pembicaraannya kepada manusia dan seorang yang diberi nafkah oleh ahlul bayti.
5)    Seorang tukang fitnah (menuduh tanpa bukti). Lihat surah An-Nur: 4 dan 13.
6)    Dan tidak pula seorang badui pedalaman atas seorang yang tinggal diperkampungan atau kota.
Persaksian itu diterima dengan beberapa syarat yaitu:
1)    Orang yang bersaksi adalah orang yang baligh. Anak kecil tidak diterima persaksiannya kecuali masalahnya itu antara sesama anak kecil, jika mereka ditolak maka akan hilang seluruh hak-hak mereka.
Ibnu Qayyim: ‘Para sahabat dan ahlul fiqih negeri Madinah mereka menerima persaksian anak kecil pada perkara-perkara yang mereka saling melukai diantara mereka”.
2)    Orang yang berakal atau waras.
3)    Bisa berbicara, isyarat tidak diterima walaupun isyaratnya dipahami, kecuali orang bisu tersebut menulis.
4)    Keislaman. Pengakuan orang kafir tidak diterima.
5)    Menghafal apa yang dipersaksikan (bukan lupa).
6)    Orang yang adil.
5. Tentang Persaksian Seseorang Terhadap Perbuatan atau Ucapannya Sendiri
Dibolehkan persaksian seorang yang mempersaksikan atas pembenaran perbuatan atau perkataannya apabila tuduhan telah tertiadakan.
Catatan:
a)    Asy-Syaukani berdalilkan dengan dalil umum. “Asalnya persaksian itu diterima asalkan tidak ada dalil yang melarangnya”.
b)    Baca kisah tentang perempuan yang menyusui 2 orang dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerima persaksian tersebut.
6. Dosa Persaksian Palsu
Dan persaksian dusta/palsu termasuk salah satu diantara dosa besar.

7. Apabila Dua Bukti Bertentangan
Dan apabila ada 2 bukti yang bertentangan dan tidak ada sis penguatan salah satunya, maka hak yang diklaim dibagi. Hal ini kembali kepada ijtihad hakim dalam melihat bayyinah dan qarinah.
8. Kewajiban Apa yang Dituntut Bila Tidak Ada Bukti dari Penuntut?
Apabila pihak penuntut tidak memiliki bukti, maka tidak ada baginya selain sumpah lawan sengketanya walaupun sumpah tersebut sumpah dusta. Dan bukti tidaklah diterima setelah adanya sumpah.
9. Ketentuan dan Konsekuensi Pengakuan
Al-Iqror secara bahasa yaitu mengakui sebuah pembenaran. Sedangkan secara istilah adalah dia mengabarkan hakikat sebuah perkara bahwa sesuatu itu milik orang lain dan bukan miliknya. Atau apa yang dituntut itu adalah hal yang benar.
Bagi orang yang mengakui, syahnya pengakuan tersebut dengan beberapa syarat:
a)    Seorang yang mukallaf (Bukan anak kecil dan tidak gila).
b)    Pengakuan tersebut bukan dalam keadaan terpaksa.
c)    Syarat orang yang melakukan iqrar tersebut bukan orang yang dihajr (bukan dihajr karena permasalahan dirinya).
d)    Dia bukan mengakui sesuatu dari milik orang lain.
Dan siapa saja yang mengakui sesuatu dalam kondisi dia berakal sehat, baligh, tidak bersenda gurau dan bukan sesuatu yang mustahil secara akal dan kebiasaan, maka dia dikenakan konsekuensi atas seluruh pengakuannya, apapun yang dia iqrarkan tersebut.
Dan pengakuan cukup hanya sekali tanpa dibedakan antara pengakuan yang menyebabkan jatuhnya sanksi-sanksi hudud dan selainnya. Sebagaimana akan disebutkan nanti.


       [1] Lihat surah Al-Baqarah: 282.
       [2] Lihat surah Al-Maidah: 108.

1 komentar:

murat mengatakan...

pusulabet
sex hattı
https://izmirkizlari.com
rulet siteleri
rexbet
UZ6

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms