Talak
secara bahasa adalah melepaskan dan mengangkat ikatan. Sedangkan talak secara
istilah adalah melepaskan ikatan pernikahan pada saat itu atau yang akan datang
dengan lafadz yang khusus atau apa yang menduduki kedudukannya.
1.
Syariat Talak
Talak adalah hal yang ditetapkan pensyariatannya di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
2. Ketentuan Talak
Hukum
talak tergantung keadaan dan maksudnya. Kadang hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh dan hal
yang diharamkan.
Yang berhak menjatuhkan talak adalah seorang mukallaf
yang memiliki ikhtiyar atau pilihan.
Syarat-syarat
talak yaitu:
1) Akil dan baligh.
2) Waras.
3) Mendapatkan izin suami. (Catatan: “hukum asal talak
asalnya dari suami”).
4) Mentalak dengan pilihannya sendiri (buka
paksaan).
3. Talak secara Bermain-Main
Walaupun
dia main-main tetap jatuh talak.
4. Syarat-Syarat Talak yang
Sesuai Sunnah
1) Tidak boleh mentalak perempuan di masa
sucinya.
2) Tidak boleh mentak di masa suci yang digauli.
3) Mentalaknya cukup satu kali.
4) tidak boleh mentalah di masa haidhya.
4. Tentang Talak Bid'i
Hukumnya
haram melakukan talak bid’i yaitu talak selain cara talak sesuai sunnah. Jika
melakukan talak bid’i maka itu terhitung jatuh talaksatu.
5. Talak Dua Atau Tiga dalam
Satu Majelis
terdapat
silang pendapat dikalangan lama mengenai hal ini, pendapat yang terkuat adalah
dihitung jatuh satu kali saja.
Pasal Kepastian Jatuh Talak
Talak
roj’i yaitu talak satu dan dua.
Talak
ba’in yaitu talak tiga. bainina shugra iddahnya 3 kali haidh, jika 3 kali haidh
tidak rujuk maka ini disebut ba’in shugra. rujuk setelah selesai masa iddahnya
maka harus nikah ulang. bainuna kubra maka dia harus berpisah dan menikah
dengan orang lain.
1. Talak Sharih dan Kinayah
Talak
sharih yaitu talaknya jelas, sedangkan jika talak kinayah yaitu dengan kinayah,
dan jatuh talak jika diniatkan.
2. Hukum Talak Kinayah
hukumnya
jatuh talak jika dia niatkan untuk mentalak.
3.Tentang Memberi Pilihan
Talak
Terhitung
talak jika diberi pilihan dan jika memilih talak maka jatuh talak.
4. Hukum tentang Mewakilkan
Talak
Hukum
mewakilkan talak hukumnya boleh.
5. Hukum Talak dengan Lafazh
Pengharaman
Talak
dengan lafadz pengharaman hukumnya tidak terjatuh talak.
6. Tentang Kelebihberhakan
Suami terhadap Istrinya di Masa TalakRaj'i
Seorang
suami itu lebih berhak merujuk terhadap istrinya
Syarat rujuk yaitu:
1) Jika masih talak satu dan dua.
2) Perempuan yang ditalak adalah perempuan yang pernah
“bersama” suaminya. jika belum pernah berhubungan maka apabila terjadi talak
maka tidak ada lagi rujuk karena tidak ada iddahnya.
3) Talaknya itu tanpa ada imbalan dari istri.
4) Hendaknya nikah itu pada nikah yang syah.
5) Hendaknya rujuk itu dimasa iddah.
6) Rujuknya itu dengan lafadz yang tegas.
7. Hukum Talak Ba'in
Tidak
halal baginya setelah talak tiga sampai menikah lagi dengan orang lain.
BAB Khulu’
khulu’
secara bahasa adalah sesuatu yang dicabut dan bersihkan darinya. sedangkan
secara istilah adalah perpisahan dengan imbalan yang dimaksudkan untik suami.
secara gelobal misalnya suami melepaskan/berpisah dari istrinya karena si istri
ingin mengembalikan bayaran atau memberikan imbalan dengan lafadz yang khusus.
1. Syariat dan Ketentuan
Khulu’
Khulu’
adalah hal yang disyariatkan. Syaratnya yaitu:
1) Adanya penyerahan imbalan/ganti dari siapa
yang syah untuk membayarnya.
2) Khulu’ itu muncul dari suami yang syah.
3) Suami tidak melakukan perbuatan secara
sengaja yang membuat istri ingin khulu’.
4) Hendaknya dengan lafadz khulu’.
2. Ketentuan Rujuk Berada di
Tangan Perempuan Setelah Khulu'Terjadi
3. Kadar Harta yang
Dikembalikan Saat Khulu’
Tergantung
dari kesepakatan keduabelah pihak.
4. Khulu’ Terjadi
Berdasarkan Keridhaan Suami-Istri AtauKeputusan Hakim
Dalam
khulu’ harus ada keridhaan suami istri, atau harus ada keputusan hakim.
5. Apakah Khulu’ Terhitung
Talak atau Fasakh?
khulu’
terhitung fasakh dan bukan talak. Talak bermakna memutuskan ikatan dan ada masa
iddah, sedangkan fasakh bermakna menghapuskan dan menghilangkan ikatan itu dan tidak
ada masa iddah kalaupun ingin rujuk harus nikah baru.
6. Iddah Khulu’
Iddah khulu’ yaitu satu kali haidh.
Bab Îlâ`
1. Definisi Îlâ`
Al-illa’ secara bahasa adalah bersumpah sedangkan
secara istilah adalah sumpah dari seorang suami, yang mana suami ini bersumpah
atas nama Allah untuk meninggalkan hubungan dengan istrinya pada qubulnya untuk
selama-lamanya atau lebih dari empat bulan.
syarat illa’ yaitu:
1)
Datangnya dari suami yang punya kemampuan untuk
menggauli istrinya.
2)
Dia bersumpah atas nama Allah atau dengan
sifat-sifat Allah.
3)
Dia bersumpah untuk tidak menggauli istrinya pada
qubulnya.
4)
Dia bersumpah untuk tidak menggauli istrinya lebih
dari empat bulan.
5)
Hendaknya istri itu adalah istri yang mungkin untuk
dia gauli.
Apabila syarat ini terpenuhi maka dia dikatakan
telah melakukan illa’ dan hukum illa’ telah berlaku padanya.
2. Jangka Waktu Îlâ`
Yaitu 4 bulan. jika mereka ruju’ dari sumpahnya maka
dia harus membayar kaffarah atas sumpahnya, jika mereka menginginkan talak
hendaknya mereka bertakwa.
3. Bila Masa Îlâ` Telah Berlalu
Jika illa’ telah berlalu empat bulan maka diberi
pilian dia kembali atau mentalaknya.
Bab Zhihâr
1. Definisi Zhihâr
Zhihar secara bahasa yaitu sesuatu yang nampak/
punggung. sedangkan secara istilah adalah seorang suami berkata kepada
istrinya, bahwa engkau bagiku seperti punggung ibuku/anakku/saudara perempuanku
dll.
2. Ketentuan Zhihâr di dalam Al-Qur`ân dan As-Sunnah
Dalam Al-qur’an diterangkan di dalam surah
Al-Mujadilah ayat .
3. Kaffarah Zhihâr
Apabila membatalkan zhihar maka kaffarahnya yaitu:
1)
Sebelum berhubungan dia harus memerdekakan budak.
2)
Puasa dua bulan bertutut-turut.
3)
Memberi makan 60 orang miskin.
4. Memberi Bantuan dalam Membayar Kaffarah
Boleh seorang imam muslim membantunya dari shadaqah
kaum muslimin untuk membayar kaffarah serta boleh dia gunakan shadaqah tersebut
untuk diri dan keluarganya jiak dia termasuk orang yang miskin.
5. Fakir yang Tidak Mampu Berpuasa
dia bershadaqah dan boleh mendapatkan bantuan imam
kaum muslimin.
6. Tentang Zhihâr Sementara
Jika zhiharnya sementara maka tidak ada yang
mengangkatnya kecuali waktunya selesai.
7. Larangan untuk Berjima’ Hingga Pembayaran
KaffarahSelesai
Jika kaffarahnya belum selesai maka tidak boleh
melakukan hubungan oleh karena itu hendaknya dia menahan sampai selesai.
Bab Li'ân
Disebut Li’an karena atanya saling melaknat. li’an
yaitu apabila seorang lelaki yang melihat istrinya berzinah dan dia tidak
mempunyai saksi, maka dia bisa bersumpah dengan empat kali sumpah dan sumpah
yang kelima dia berkata, laknat Allah jika saya dustadalam hal itu. dan
istrinya juga bisa mengingkari dengan bersumpah dengan empat kali sumpah dan
sumpah yang kelima dia berkata murka Allah jika dia memang benar dalam hal
tersebut.
Jika salah satu pihak (suami/istri) menolak
bersumpah maka hukuman jatuh padanya.
Syarat li’an yaitu:
1)
Li’an itu terjadi antara sepasang suami istri.
2)
Li’an itu asalnya dengan berbahasa arab, jika tidak
mampuh maka cukup dengan maknanya.
3)
Li’an hanya untuk tuduhan berzina.
4)
Suami dan istri harus sama-sama mukallaf.
5)
Suami yang terlebih dahulu melakukan li’an.
6)
Bersyahadat (persaksian) dengan 4 kali syahadat
dengan nama Allah kemudian menjatuhkan tuduhannya kemudian ditambah dengan yang
kelima, yaitu bagi suami dia berkata “Laknat Allah jika saya berdusta” dan bagi
istri dia berkata ‘kemurkaan Allah jika dia benar”
7)
Hendaknya persaksiannya didepan hakim atau siapa
yang mewakili hakim.
8)
Hendaknya masing-masing diberi nasihat.
Akibat li’an yaitu:
1)
Telah terjadi perpisahan suami dan istri dan haram
untuk selama-lamanya untuk kembali.
2)
Gugur hukum had terhadap keduanya.
3)
Jika suami mengingkari anak, maka anak tersebut
tidak dinisbatkan kepadanya.
1. Syariat Li'ân
Li’an merupakan hal yang disyariatkan di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalilnya lihat surah An-Nur ayat 6.
2. Kaifiyah Li'ân
Apabila seorang lelaki menuduh istrinya berzina
kemudian si istri tidak mengakui hal tersebut sedangkan si suami tetap menuduh
istrinya maka mereka melakukan saling melaknat. caranya si suami bersaksi/bersumpah
dengan empat kali sumpah dan sumpah yang kelima dia berkata, laknat Allah jika
saya dusta dalam hal itu. dan istrinya juga bisa mengingkari dengan bersumpah
dengan empat kali sumpah dan sumpah yang kelima dia berkata murka Allah jika
dia memang benar dalam hal tersebut.
3. Tentang Memisahkan Dua Orang yang Melakukan Li'ân
Selama-lamanya
Apabila hakim telah memisahkannya maka mereka tidak
dapat menikah lagi untuk selama-lamanya.
4. Pembahasan Penisbahan Anak
Jika suami
mengingkari anak, maka anak tersebut tidak dinisbatkan kepada ibunya.
Bab Iddah (dan Ihdad)
Iddah secara bahasa adalah menghitung secara detail,
sedangkan secara istilah adalah penamaan untuk masa penantian/penungguan yang
seorang wanita untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau adanya iddah itu
karena perintah ibadah, atau iddah karena kaget karena masih meninggal
suaminya.
Ihdad secara bahasa berasal dari kata had. Sedangkan
had secara bahasa adalah penahanan/penolakan, sedangkan secara istilah ihdad adalah
waktu menunggu, dimana prempuan waktu itu meninggalkan semua perkara yang
menyebabkan seorang berselera untuk menggaulinya atau suka untuk melihat
kepadannya pada keadaan tertentu.
1. Bentuk Iddah
Semua perkara yang menyebabkan seorang berselera
untuk menggaulinya atau suka untuk melihat kepadannya pada keadaan tertentu.
Enam macamIddah Perempuan
1. Perempuan yang hamil: Jika dalam keadaan hamil,
maka masa iddahnya adalah hingga melahirkan.
2. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya: Dalam
hal ini ada 2 keadaan yaitu:
1)
Dia ditinggal mati suaminya dalam keadaan tidak
hamil, maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 malam.
2)
Dia ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil,
Dalam hal ini ada 2 pendapat yaitu:
a)
Pendapat sebagian assalaf (Ibnu Abbas) yang
berpendapat bahwa: jika hamilnya 3 bulan, maka masa iddahnya sampai dia
melahirkan. Tetapi jika hamilnya 9 bulan, maka masa iddahnya 4 bulan 10 malam.
b)
Pendapat yang benar adalah masa iddahnya sampai dia
melahirkan
3. Perempuan yang tidak hamil dan ditalak dan masih
memungkinkan untuk haidh, maka masa iddahnya 3 kali haidh.
4. Perempuan yang ditalak dan sudah tidak mungkin
haidh disebabkan karena ketuaan atau masih kecil yang kebiasaannya belum waktunya
haidh diumur tersebut, maka masa iddahnya 3 bulan.
5. Perempuan yang ditalak yang biasanya haidh tapi
kemudian tiba-tiba tidak keluar haidhnya maka disini ada 2 keadaan yaitu:
a)
Dia tidak tau apa yang menyebabkan haidhnya tidak
keluar, maka masa iddahnya 1 tahun. hal ini disebabkan karena kebiasaan wanita
yang melahirkan 9 bulan, apabila telah berlalu 9 bulan maka ini menunjukkan dia
dalam keadaan tidak hamil. kemudian ditambah 3 bulan untuk iddah perempuan yang
tidak mungkin haidh. ini adalah ketentuan yang ditetapkan Umar bin Khattab
untuk kaum Muhajrin dan Ansar dan tak ada satupun yang mengingkarinya.
b)
Dia tahu sebabnya misanya karena sakit, menyusui,
minum obat dsb, maka dalam keadaan seperti ini dia menunggu sampai sebab yang
menghalangi haidhnya hilang, kapan dia haidh 3 kali maka terhitung selesai.
adapun jika haidnya tetap tidak datang maka masa iddahnya 1 tahun.
Perempuan yang ditalak dalam keadaan istihadhah maka
ini tidak lepas dari 3 keadaan yaitu:
1)
Perempuan yang mempunyai tamyiz dan kebiasaan yang
bertentangan maka dia menggunakan kebiasaannya. maka masa iddahnya tiga kali
haidh.
2)
Perempuan yang tidak mempunyaikebiasaan atau dia
lupa tetapi mempunyai tamyiz maka apa yang sesuai sebagai darah haidh dia
hitung sebagai satu kali haidh.
3)
Perempuan yang tidak mempunyai tamyiz dan kebiasaan
maka dia menggunakan kebiasaannya. maka masa iddahnya tiga bulan.
6. Perempuan yang tidak mengetahui dimana atau
kehilangan suaminya maka hukum yang digunakan adalah hukumditetapkan oleh Umar
bin Khattab radiyallahu ‘anhu dan para sahabat lainnya yaitu dia menunggu 4
tahun 4 bulan 10 malam.
Apabila setelah 4 tahun 4 bulan 10 malam suaminya
kembali dan si istri telah menikah kembali, maka menurut pendapat Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah si suami diberi pilihan apakah dia memilih istrinya atau
mengembalikan maharnya yang diberikannya dahulu.
2. Iddah Perempuan Hamil
Jika dalam keadaan hamil maka masa iddahnya adalah
hingga melahirkan.
3. Iddah Perempuan yang Tidak Bisa Hamil dan Tidak Bisa
Haidh
Jika dalam keadaan tersebut maka masa iddahnya 3
bulan.
4. Iddah Perempuan yang Ditinggal Mati oleh Suaminya
Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka masa
iddahnya jika tidak dalam keadaan hamil adalah 4 bulan 10 malam.
5. Bila Perempuan Ditinggal Mati oleh Suami dalam
KeadaanHamil
Adapun jika dalam keadaan hamil maka masa iddahnya sampai
dia melahirkan.
6. Iddah Perempuan yang Ditalak Sebelum Dukhul
Maka tidak ada Iddahnya. Sebab asalnya belum
disentuh sama sekali. Lihat surah Al-Ahzab:
7. Bagaimana Iddah Seorang Budak?
Budak perempuan masa iddahnya sama dengan perempuan
yang bebas.
8. Hukum Ihdad
Ihdad secara bahasa adalah menahan diri untuk
berhias atau yang semisal itu.
Ihdad hukumnya wajib bagi perempuanjika suaminya
wafat, maka dia wajib untuk menanggalkan berhias, memakai wewangian dan pakaian
yang mencolok serta wajib tinggal di dalam rumahnya atau ketika mendapat berita
bahwa suaminya meninggal dunia. Ihdad tersebut dilaksaksanakan selama 4 bulan
10 malam.
9. Ketentuan Ihdad
Ihdad bisa dilakukan untuk siapa saja selain
suaminya (ayah, ibu, gurunya), maka selain suamiihdadnya hanya diperbolehkan
selama 3 hari.
10. Tempat pelaksanaan Ihdad
Ihdad dilaksanakan di dalam rumahnya. Bisa pindah
kerumah lain jika khawatir ditempat tersebut. Apabila ada hajad yang penting,
dia bisa ke luar rumah dan waktunya hanya disiang hari.
Pasal Istibrâ`
Istibra’ secara bahasa berasal dari kata al-baro’ah
dan ditambahkan 3 huruf di depannya yaitu huruf
alif, sin dan ta’ menunjukkan makna lebih. Kaidah dalam bahasa arab: apabila ada tambahan
dalam susunan bahasa menunjukkan adanya tambahan makna.
Al-Baro’ah secara bahasa adalah berlepas atau
berbersih dari sesuatu. Secara istilah adalah penungguan yang bertujuan untuk
mengetahui kosongnya rahim.
1. Ketentuan Istibrâ` Seorang Budak
Wajib untuk melakukan Istibra’ pada budak perempuan
yang dia tawan atau yang dia beli atau yang semisal dari keduanya. Istibra’
untuk budak yang tidak hamil yaitu
sekali haidh.
2. Ketentuan Istibrâ` Seorang Wanita Hamil
Jika dia hamil Istibra’nya dengan melahirkan.
3. Ketentuan Istibrâ` Seorang Perempuan yang Tidak Haidh
Lagi
Jika terputus haidnya maka tetap dilakukan Istibra’
dengan batasan sampai tampak bahwa ia tidak hamil.
4. Apakah Ada Istibrâ` bagi Gadis dan Anak Kecil?
Tidak ada, sebab Istibra’ hanya untuk mengetahui
kekosongan rahim. Jika dia seorang gadis maka sudah dimaklumi bahwa rahimnya
kosong, demikian pula anak kecil.
5. Tentang
Istibrâ` terhadap Penjual
Penjual budak tidak harus dia melakukan Istibra’
pada budaknya, sebab hal tersebut hanya ditujukan untuk orang yang membelinya.
Bab Nafkah
Nafkah secara bahasa artinya mata uang atau yang
semisalnya dari harta. sedangkan nafkah secara istilah adalah kecukupan yang
diberikan dengan ma’ruf, berupa makanan, tempat tinggal atau apa yang terkait
dengan keduanya.
1. Kewajiban Suami untuk Menafkahi Istri
Nafkah itu wajib atas suami terhadap istrinya.
2. Kewajiban Suami untuk Menafkahi Istri yang Ditalak
Raj'iy
Nafkah juga wajib atas suami terhadap istri yang
ditalak raj'iy sebab dia tetap statusnya sebagai istri.
3. Tidak Ada Nafkah terhadap Perempuan yang Ditalak Ba`In
danyang Ditinggal Mati oleh Suami Kecuali yang dalam Keadaan Hamil
Tidak ada nafkah terhadap talak ba’in sugro dan
kubro, sebab statusnya bukan lagi sebagai istri dan juga tidak ada nafkah pada
iddah kematian kecuali istrinya hamil sampai melahirkan.
4. Kewajiban Orang Tua untuk Menafkahi Anaknya
yangKekurangan dan Sebaliknya
Wajib atas seorang ayah yang lapang memberikan
nafkah terhadap anaknya yang kekurangan, demikian sebaliknya.
5. Kewajiban Seorang Tuan untuk Menafkahi Budaknya
Wajib atas seorang tuan untuk menafkahi budaknya.
6.Tentang Nafkah dari Karib Kerabat
Tidak ada kewajiban memberikannafkah untuk kerabat
yang lain, kecuali silaturrahim.
7. Kewajiban Nafkah Juga Mencakup Kewajiban untuk
MemberiPakaian dan Tempat Tinggal
Kewajiban nafkah Juga Mencakup untuk Memberi Pakaian
dan Tempat Tinggal.
Bab Persusuan
Persusuan secara bahasa adalah isapan bayi terhadap
susu ibunya atau susu seorang perempuan. sedangkan secara istilah adalah sebuah
penamaan untuk sampainya susu seorang perempuan atau apa yang didapatkan dari
susunya (maksudnya apakah susu itu dia meminum langsung atau diteteskan kepada
bayi atau air susu itu dituangkan digelas kemudian diminumkan pada bayi).
1. Penetapan Hukum dengan Lima Kali Susuan
Hukum susuan dianggap sah dengan lima kali susuan.
2. Pemastian Adanya Air Susu
Harus ada kepastian bahwa ada air susu pada
perempuan tersebut, sebab namanya susuan harus meminum air susu, jika tidak ada
bagaimana bisa dikatakan sebagai menyusui.
3. Haruskah Susuan Berusia Sebelum Dua Tahun?
4. Kaidah “Memahramkan Karena Susuan, Hal yang
Memahramkan Karena Nasab”
5. Penerimaan Pengakuan Ibu yang Menyusui
Diterima Pengakuan Ibu yang Menyusui
6. Susuan untuk Orang Dewasa
Boleh menyusui orang yang sudah dewasa, walaupun dia
punya jenggot.
Bab Hadhânah
Hadhânah secara bahasa kembali kepada makna menjaga,
merawat dan membesarkan serta mentarbiyah. Sedangkan Hadhânah secara
istilah adalah penjagaan terhadap anak yang belum bisa mengurus urusan dirinya
sendiri dengan merawat anak tersebut di atas kebaikan.
Hukum Hadhânah adalah wajib secara syari’at.
Seseorang tidak dapat mengasuh anak: jika dia menelantarkannya, tidak mendidiknya
di atas pendidikan agama islam.
1. Siapa yang Paling Berhak untuk Khidhânah?
Yang paling berhak terhadap
anak adalah:
a)
Ibunya selama ia belum menikah;
b)
Nenek (ibunya ibu), jika ibu sudah meninggal;
c)
Ayah jika ibu sudah menikah;
d)
Nenek (ibunya ayah), jika ayah sudah meninggal;
e)
Kakek (ayahnya ayah)
f)
Saudara perempuan dari anak yang disusui (yang
mencakupSaudara perempuan seayah dan seibu);
g)
Kholah (yang mencakup seayah dan seibu);
h)
Bibi
i)
Anak-anak perempuan dari saudara ayah;
j)
Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah;
k)
Jika tidak ada, kembali kepada ashobah lainnya yang
lebih dekat;
l)
Jika tidak ada, maka hakimlah yang menentukan siapa
yang dari kerabatnya yang paling berhak untuk merawatnya.
m)
Jika tidak ada yang merawatnya, maka dia bisa
ditanggung siapa saja yang mempunyai kemashlahatan.
2. Penentuan Orang Tua Setelah Baligh
Jika
si anak sudah menyendiri/paham/bisa memilih, maka anak tersebut diberikan
pilihan antara ayah atau ibunya. Jika anak memilih ibunya, bukan berarti tidak
bisa bertemu ayahnya demikian sebaliknya. Hal ini dilakukan agar si anak tidak
durhaka terhadap orang tuanya.
0 komentar:
Posting Komentar